Ratusan mahasiswa Trisakti melakukan aksi damai dengan membawa poster dan spanduk di Bundaran HI, Jakarta, Minggu (12/5). Aksi ini untuk memperingati 15 tahun tragedi Trissakti pada 12 Mei 1998. TEMPO/Dasril Roszandi
TEMPO.CO, Jakarta - Tragedi Mei 1998 diperingati hari ini. Tragedi yang dimulai dengan penembakan mahasiswa Trisakti ini, menurut Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Haris Azhar, adalah sebuah peristiwa yang ironis serta memberikan kesan yang baik dan buruk sekaligus.
"Ironis karena di satu sisi peristiwa itu membuat Indonesia masuk ke masa baru, tapi di sisi lain ada kasus pelanggaran HAM di sana,"ujar Haris saat dihubungi Tempo, Senin, 12 Mei 1998.
Sebagaimana diketahui, pada Mei 1998 beragam kasus HAM terjadi. Ada daftar panjang yang harus diingat. Namun, beberapa yang mudah terlintas di kepala adalah penculikan aktivis dan penembakan mahasiswa. Isu-isu rasial pun banyak bergulir saat itu.
Haris melanjutkan, masa pasca-tragedi itu pun tak kalah ironis. Sebagai contoh, meski pemerintahan Indonesia memasuki masa baru pasca-tragedi itu, upaya pengusutan kasus HAM-nya justru tak berubah.
Tak berubah karena kasus-kasus HAM yang terjadi pada masa itu tak pernah diusut. Total, sudah 16 tahun pengusutan kasus HAM Mei 1998 cuti panjang.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengusut kasus itu. Tahun 2002 dan 2003 lalu, misalnya, Komnas HAM pernah menyerahkan berkas hasil penyelidikan tragedi Mei kepada Kejaksaan Agung, tetapi Jaksa Agung menolak hingga sekarang.
"Saya kasihan sama keluarga korban-korban tragedi itu. Mereka itu apolitis-apolitis yang sampai mengejar-ngejar agar kasus Mei 1998 diusut," ujar Haris.
Menurut Haris, hal-hal ironis itu terasa pahit karena seperti mengkhianati perjuangan para aktivis semasa Mei 1998. Pengkhianatan itu, kata Haris, makin terasa ketika mengetahui politikus-politikus mantan pejuang di tahun 1998 juga tak berbuat banyak.
Haris berharap siapa pun Presiden Indonesia yang terpilih Juli nanti, akan mengusut habis kasus-kasus pelanggaran HAM 1998. Ia mengaku akan terus memperjuangkan pengusutan itu juga.
"Kalau pejuang HAM, kami tak khawatir capres A atau B yang menang. Apa yang penting adalah kami tetap memperjuangkan pengusutan kasus HAM di tahun 1998," ujarnya.