Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Hadi Poernomo. TEMPO/Dasril Roszandi
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan bekas Direktur Jenderal Pajak Hadi Poernomo dalam kasus korupsi pajak PT Bank Central Asia. Hadi diduga berperan mengubah keputusan Direktorat Pajak Penghasilan yang menolak permohonan PT BCA menjadi "dikabulkan seluruhnya".
Akibatnya, BCA tak jadi menyetor Rp 375 miliar uang pajak. Ketua KPK Abraham Samad mengatakan Hadi mengabaikan fakta bahwa ada bank lain yang mengajukan keberatan yang sama. "Tapi permohonan bank lain itu ditolak," kata Abraham di gedung KPK, Jakarta, Senin, 21 April 2014. (Baca: Hadi Poernomo Terancam Hukuman 20 Tahun Bui).
Berdasarkan dokumen yang didapat Tempo, tak hanya BCA yang mengajukan permohonan yang sama. Kasus PT Bank BII sama persis dengan kasus BCA. Namun, keberatan BII ditolak oleh Dirjen Pajak. Begitu pula di Pengadilan Pajak yang memperkuat argumentasi pemeriksa. Selain BII, PT Bank Danamon memiliki nasib serupa BII yang ditolak permohonan keberatannya.
Dalam dokumen tersebut, keputusan Hadi Poernomo dipertanyakan. "Mengapa keputusan berbeda dan kontroversial diambil padahal kasus dan materinya sama. Ada apa di balik keputusan dikabulkan permohonan keberatan pajak oleh BCA?" demikian tertulis dalam dokumen tersebut. (Baca pula: Hadi Poernomo Jadi Tersangka di Hari Ulang Tahun).
Rafael Alun Tetap Dihukum 14 Tahun Penjara di Putusan Banding
14 Maret 2024
Rafael Alun Tetap Dihukum 14 Tahun Penjara di Putusan Banding
Rafael Alun Trisambodo, bekas pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, dalam putusan banding tetap menjatuhkan vonis 14 tahun penjara. Dengan denda Rp 500 juta.
DJP Kantongi Setoran Pajak Digital Rp 16,9 Triliun, Ini Rinciannya
5 Januari 2024
DJP Kantongi Setoran Pajak Digital Rp 16,9 Triliun, Ini Rinciannya
DJP Kemenkeu mencatat telah memungut pajak pertambahan nilai perdagangan melalui sistem elektronik alias pajak digital sebesar Rp 16,9 triliun pada akhir 2023.