Sebuah KRI Teluk Peleng (535) yang sedang bersandar, karam di perairan Pondok Dayung, Jakarta, Rabu (20/11). Karamnya KRI Teluk Peleng tersebut terlihat miring 90 derajat yang diduga akibat gelombang tinggi serta terdapatnya kesalahan orang (Human Error). TEMPO/Eko Siswono Toyudho
TEMPO.CO, Pecatu - Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal Moeldoko mengatakan, karamnya Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) Teluk Peleng di perairan Pondok Dayung, Tanjung Priok, Jakarta Utara, disebabkan kesalahan manusia.
Menurut Moeldoko, komandan kapal tersebut akan dikenai sanksi jika terbukti bersalah. "TNI Angkatan Laut sangat tegas. Jika ada kesalahan, kami beri sanksi," ujarnya seusai menghadiri musyawarah nasional Perkumpulan Masyarakat dan Pengusaha Indonesia Tionghoa (Permit) di Hotel Rich Prada Bali, Kamis, 21 November 2013.
Sebelumnya diberitakan, KRI Teluk Peleng 535 karam di Pondok Dayung akibat menabrak pilar beton. Lambung kapal eks Jerman Timur itu bocor dan badannya miring hingga 90 derajat.
Moeldoko membantah jika karamnya kapal tersebut disebabkan buruknya perawatan. TNI, kata dia, tengah menyelidiki masalah ini secara menyeluruh, sehingga diketahui apa saja hal yang perlu dibenahi. "Tidak melulu aspek manusia. Ada soal cuaca, atau mungkin peralatannya sendiri," ujarnya.
Saat disinggung mengenai nasib 36 kapal eks Jerman Timur yang dibeli pada 1993, Moeldoko enggan menjawab. "Saya belum bisa memastikan informasi soal itu," katanya.
Untuk diketahui, KRI Teluk Peleng adalah satu dari 39 kapal yang dibeli pemerintah dari Jerman Timur pada 1993. Kapal pendarat personel dan logistik ini dibangun oleh VEB Peenewerft, Wolgast, Jerman Timur, pada 1978. Saat bertugas di kampung halamannya, kapal ini menyandang nomor lambung 632.
Pembelian paket KRI ini kemudian menyebabkan pembreidelan majalah Tempo pada 1994.