Ketua DPR Marzuki Alie (tengah) memenuhi panggilan KPK, di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (22/10). ANTARA/Rosa Panggabean
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Marzuki Alie menyatakan pernah mendengar adanya aliran duit suap dalam kongres Partai Demokrat di Bandung pada 2010. "Kalau mendengar, iya. Tapi saya tidak mengerti dan tidak perlu tahu," ujar politikus Demokrat tersebut di pelataran kantor KPK, Selasa, 22 Oktober 2013.
Marzuki menolak membeberkan asal informasi yang diterimanya itu. Ketika dicecar wartawan, ia menyatakan, "Saya hanya dengar suara-suara. Saya tidak pernah mau tahu urusan."
Marzuki diperiksa sebagai saksi untuk mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum. Anas disangka menerima suap dalam proyek gedung olahraga di Bukit Hambalang, Bogor. Ia dituduh ikut berperan meloloskan PT Adhi Karya, kontraktor proyek, memenangi Hambalang. Bahkan diduga ikut mendorong peningkatan anggaran proyek hingga Rp 1,2 triliun. Belakangan, KPK juga mengusut duit-duit yang digunakan Anas menggalang dukungan dalam kongres Demokrat di Bandung pada 2010. KPK menduga duit tersebut berasal dari suap sejumlah proyek, termasuk Hambalang. Marzuki Alie adalah salah satu saingan Anas dalam memperebutkan jabatan ketua umum dalam kongres tersebut.
Marzuki memenuhi panggilan lembaga antikorupsi tersebut sekitar pukul 09.50. Mengenakan kemeja putih dibalut jas hitam, pria asal Palembang, Sumatera Selatan, itu datang dengan mobil dinas sedan hitam. Ia dikawal sebuah mobil dan dua sepeda motor polisi.
Priharsa Nugraha, Kepala Divisi Pemberitaan KPK, bungkam saat ditanyai apakah pemeriksaan Marzuki terkait aliran duit ke kongres Demokrat. Ia hanya menyatakan, "Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk penerimaan hadiah tersangka AU." TRI SUHARMAN
Fathan Subchi Dorong Pemerintah Sisir Belanja Tidak Prioritas
5 hari lalu
Fathan Subchi Dorong Pemerintah Sisir Belanja Tidak Prioritas
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Fathan Subchi meminta pemerintah untuk mencari langkah antisipatif untuk menyelamatkan perekonomian Indonesia, salah satunya adalah dengan cara menyisir belanja tidak prioritas.