TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie, berkomentar soal tertangkapnya Ketua MK Akil Mochtar yang merupakan mantan politikus Partai Golkar. Menurut dia, seharusnya kader partai yang ingin menjadi hakim konstitusi harus sudah mundur dari partainya selama minimal lima tahun sebelumnya.
"Supaya terbebas dari kepentingan politik," kata Jimly usai mengisi acara Konferensi Tingkat Tinggi Hukum Rakyat di Wisma Sugondo, Cibubur, Selasa, 8 Oktober 2013.
Akil Mochtar sebelum menjadi hakim konstitusi memang terkenal sebagai Politikus Golkar. Dia tercatat sebagai anggota DPR dari fraksi Golkar pada periode 1999-2004 dan 2004-2009. Di periode keduanya, Akil mundur dari DPR dan mendaftar sebagai hakim konstitusi pada 2008. Dia menjadi Ketua MK pada awal tahun ini menggantikan Mahfud Md.
Pekan lalu, KPK menangkap Akil sedang menerima suap dari rekannya sesama politikus Partai Golkar Chairun Nisa dan pengusaha bernama Cornelis Nalu. Suap ini diduga untuk mengurus sengketa pilkada Kabupaten Gunung Mas.
Jimly mengatakan, mekanisme rekrutmen hakim konstitusi sebaiknya meniru rekrutmen anggota Komisi Pemilihan Umum. Untuk menjadi anggota KPU, seseorang diharuskan sudah mundur dari partai politik selama minimal lima tahun.
Senada dengan Jimly, pakar hukum tata negara dari Universitas Brawijaya Ali Syafaat juga mendukung hakim konstitusi terbebas dari kegiatan politik dalam rentang waktu tertentu. Menurut Ali, seharusnya sudah ada peraturan dan undang-undang yang mengatur secara tegas bahwa hakim konstitusi bukan bagian dari partai politik. "Atau paling tidak ada peraturan tentang batas waktu, misalnya harus vakum dari partai politik minimal lima tahun," kata Ali.
ALI AKHMAD
Berita terkait
Wahiddudin Adams Minta Hakim Konstitusi Tak Takut Jika Revisi UU MK Benar Disahkan
12 jam lalu
Wahiduddin Adams meminta hakim MK tak takut jika perubahan keempat UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, benar-benar disahkan DPR.
Baca SelengkapnyaHamdan Zoelva Nilai Revisi UU MK Jadi Ancaman Bagi Eksistensi Indonesia sebagai Negara Hukum
18 jam lalu
Revisi UU MK tak hanya menjadi ancaman bagi independensi lembaga peradilan, namun ancaman yang sangat serius bagi Indonesia sebagai negara hukum.
Baca SelengkapnyaReaksi Internal MK dan Ketua MKMK soal Revisi UU MK Bergulir di DPR
18 jam lalu
Pembahasan revisi UU MK antara pemerintah dan DPR menuai reaksi dari kalangan internal MK dan Ketua MKMK. Apa reaksi mereka?
Baca SelengkapnyaMK Batasi 6 Saksi dan Ahli di Sidang Sengketa Pileg, Apa Alasannya?
20 jam lalu
MK hanya membolehkan para pihak menghadirkan lima orang saksi dan satu ahli dalam sidang sengketa pileg.
Baca SelengkapnyaRespons Hakim Mahkamah Konstitusi soal Revisi UU MK
23 jam lalu
Mahkamah Konstitusi menanggapi perubahan keempat revisi UU MK yang baru saja disepakati pemerintah dan DPR.
Baca SelengkapnyaPSHK Ungkap 5 Masalah Prosedural Revisi UU MK, Salah Satunya Dibahas Secara Senyap
1 hari lalu
Perencanaan perubahan keempat UU MK tidak terdaftar dalam daftar panjang Program Legislasi Nasional alias Prolegnas 2020-2024.
Baca SelengkapnyaRevisi UU MK Disebut untuk Bersihkan 3 Hakim yang Beri Dissenting Opinion di Sengketa Pilpres 2024
1 hari lalu
Salah satu substansi perubahan keempat UU MK yang disoroti oleh PSHK adalah Pasal 87. Mengatur perlunya persetujuan lembaga pengusul hakim konstitusi.
Baca SelengkapnyaRevisi UU Kementerian Negara, Baleg DPR Kaji Penghapusan Jumlah Kementerian hingga Pengangkatan Wamen
1 hari lalu
Dalam Revisi UU Kementerian Negara, tim ahli mengusulkan agar jumlah kementerian negara ditetapkan sesuai kebutuhan presiden.
Baca SelengkapnyaBawaslu Ungkap Alasan Caleg Terpilih Harus Mundur Jika Maju pada Pilkada 2024
1 hari lalu
Bawaslu menyatakan PKPU tentang pencalonan diperlukan untuk menghindari sengketa pada proses Pilkada 2024.
Baca SelengkapnyaMahfud Md Sebut RUU MK Mengganggu Independensi Hakim
1 hari lalu
Mantan Menko Polhukam, Mahfud Md, mengungkapkan bahwa revisi Undang-undang Mahkamah Konstitusi mengganggu independensi hakim.
Baca Selengkapnya