Akil Mochtar saat mengikuti pemilihan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta (3/4). Ketua MK yang baru dilantik Agustus lalu ini sering mengeluarkan pernyataan keras tentang korupsi sebelum tertangkap KPK pada (2/10). TEMPO/Seto Wardhana.
PSHK UII juga mendorong pengkajian atas dikeluarkannya penyelesaian sengketa pemilihan umum kepala daerah dari kewenangan Mahkamah Konstitusi. Alasannya, kasus sengketa pemilukada rawan adanya money politic dan penyuapan.
”Kalau perlu, dikeluarkannya kewenangan itu dikaji serius. Apalagi masih ada kontroversi soal konstitusional atau tidaknya MK menangani itu,” kata peneliti PSHK UII Anang Zubaidy, kepada Tempo, Kamis, 3 Oktober 2013.
Dia menegaskan, Mahkamah Konstitusi, sebagai lembaga bentukan reformasi politik dan konstitusi, harus menjaga jarak dari para pihak yang berperkara. Upaya itu adalah untuk menjaga dan menjunjung tinggi marwah MK sebagai pengawal konstitusi, sekaligus demokrasi. ”Kedudukan MK sebagai pengadil yang putusannya bersifat final dan mengikat,” kata Anang.
Hakim-hakimnya pun harus menempatkan diri sebagai negarawan yang berdiri di atas kepentingan negara dan konstitusi. Bukan sebagai perusak konstitusi dengan melakukan perbuatan tercela dan melanggar hukum. ”Kami minta Komisi Yudisial mengawasi hakim-hakim MK. Itu demi menjaga martabat dan keluhuran hakim,” kata Anang.