TEMPO.CO , Jakarta:Konflik agama yang terjadi di Poso menciptakan trauma mendalam. Luka batin ini menyebabkan curiga dan rasa benci antar-agama. Inilah salah satu tantangan yang dihadapi Lian Gogali, 35 tahun, pendiri Sekolah Perempuan Mosintuwu untuk merekatkan kembali hubungan Muslim-Kristen.
Abdul Kadir Abdjul, Wakil Ketua Himpunan Pemuda Alkhairaat Kabupaten Poso, mengatakan trauma anak-anak masih melekat. Anak-anak kerap menggambar pistol atau batang dinamit yang diberi jam bundar di buku gambar mereka. “Suatu saat, mereka bisa saja terlibat konflik lagi,” kata Anto, panggilan pria 32 tahun yang aktif mendampingi anak-anak korban konflik itu.
Tak hanya anak-anak, ibu rumah tangga pun menyimpan trauma. Martince Baleona, 47 tahun, misalnya. Trauma perempuan ini belum sembuh saat menghadiri pembukaan Sekolah Kristen di Kelurahan Bukit Bambu, Kecamatan Poso Kota Selatan, pada 2009. Empat tahun sebelumnya, tiga keponakannya yang masih SMA dipenggal.
Pada tahun 2000, Martince mengungsi karena Bukit Bambu, yang menjadi permukiman umat Kristen, dibakar habis oleh sekelompok orang. Martince dan suami serta anaknya bersembunyi di hutan sebelum hijrah ke Pamona. Dia baru kembali ke Bukit Bambu setelah Deklarasi Malino. Namun rasa waswas belum sirna. Setiap berkebun, Martince lari jika melihat tetangganya yang muslim berada di ladang.
Trauma yang sama dialami Ramla Ulee, 40 tahun. Dua orang tuanya diculik Tentara Merah—julukan untuk kombatan Kristen—dan tak kembali. Sejak saat itu, dendam kesumat menancap kuat. Jangankan bertegur sapa, melihat warga Kristen saja Ramla tak sudi. “Saat datang ke Sekolah Perempuan, rasanya saya ingin pukul atau saya mau makan mereka,” kata Ramla, meluapkan kebenciannya.
Trauma pasca-konflik ini dibenarkan Rafiq Syamsuddin, mantan kombatan kelompok Islam. Perselisihan dan saling curiga mulai lenyap setelah Deklarasi Malino. Dulu, kata dia, soal makanan bisa memicu pertengkaran, karena antara penganut Islam dan Kristen saling curiga. “Buah dan sayur pun beragama di sini,” ujarnya.
Inilah tantangan yang dihadapi Lian Gogali. Tak mudah memang melunturkan kebencian dan dendam. Wanita satu anak ini sempat kebingungan mempertemukan para ibu yang masih bernoda trauma. Sebagian menolak berada dalam satu ruangan bersama dengan mereka yang berbeda agama. “Sebelum ikut Sekolah Perempuan, saya berpikir orang Islam itu pembunuh. Akhirnya saya sadar penilaian itu salah,” kata Martince.
Perjuangan Lian Gogali membuahkan hasil. Para ibu ini ikut menjadi agen perdamaian di Poso.
STEFANUS TEGUH EDI PRAMONO
Berita terkait
Pemerintah Merasa Toleransi dan Kebebasan Beragama di Indonesia Berjalan Baik
1 hari lalu
Kemenkumham mengklaim Indonesia telah menerapkan toleransi dan kebebasan beragama dengan baik.
Baca SelengkapnyaMiniatur Toleransi dari Tapanuli Utara
34 hari lalu
Bupati Nikson Nababan berhasil membangun kerukunan dan persatuan antarumat beragama. Menjadi percontohan toleransi.
Baca SelengkapnyaIndonesia Angkat Isu Literasi Keagamaan Lintas Budaya di Sidang Dewan HAM PBB
51 hari lalu
Isu tersebut dinggap penting diangkat di sidang Dewan HAM PBB untuk mengatasi segala bentuk intoleransi dan prasangka beragama di dunia.
Baca SelengkapnyaAsal-usul Hari Toleransi Internasional yang Diperingati 16 November
16 November 2023
Setiap 16 November diperingati sebagai Hari Toleransi Internasional.
Baca SelengkapnyaTerkini Metro: Pangdam Jaya Ajak Remaja Masjid Jaga Toleransi, BMKG Minta Warga Depok Waspada Kekeringan
18 Juni 2023
Kepada remaja masjid, Pangdam Jaya mengatakan pluralisme sebagai modal kuat dalam bekerja sama untuk menjaga persaudaraan dan kedamaian di Indonesia.
Baca SelengkapnyaMas Dhito Puji Toleransi Umat Beragama Desa Kalipang
24 Mei 2023
Berbudaya itu, bagaimana budaya toleransi beragama, menghargai umat beragama lain, budaya tolong menolong.
Baca SelengkapnyaNgabuburit di Tepi Danau Jakabaring Sambil Lihat Simbol Toleransi Beragama
1 April 2023
Di akhir pekan atau hari libur nasional, Jakabaring Sport City menjadi pilihan destinasi liburan dalam kota yang seru.
Baca SelengkapnyaKetua MPR Ajak Junjung Tinggi Nilai Toleransi Agama
16 Februari 2023
Indeks perdamaian global terus memburuk dan mengalami penurunan hingga 3,2 persen selama kurun waktu 14 tahun terakhir.
Baca SelengkapnyaBamsoet: MPR dan MUI Siap Gelar Sosialisi Empat Pilar MPR
2 Februari 2023
Sosialisasi itu akan mengangkat tema seputar peran organisasi keagamaan dalam menjaga kerukunan dan kondusivitas bangsa.
Baca SelengkapnyaWakil Kepala BPIP Dorong Pemkab Klaten dan FKUB Raih Penghargaan
16 November 2022
Klaten disebut sebagai miniaturnya Indonesia. Di tengah keberagaman agama tetap memiliki keharmonisan, persatuan dan kesatuan.
Baca Selengkapnya