Hotel Toegoe akan menjadi Soeharto Center

Reporter

Senin, 17 Juni 2013 04:54 WIB

Patung mantan Presiden Soeharto berbahan fiber di galeri kerja Edhi Sunarso di Yogyakarta (14/6). Patung serupa dalam bentuk perunggu dipesan oleh Probosutedjo, adik tiri Soeharto, batal dipasang di Museum Soeharto di Bantul. Tempo/Anang Zakaria

TEMPO.CO, Yogyakarta--Guru Besar Universitas Mercu Buana Jakarta, Suharyadi, mengatakan Kompleks Hotel Toegoe Yogyakarta menjadi calon lokasi Soeharto Center yang akan berfungsi sebagai lembaga kajian pemikiran bekas Presiden Indonesia terlama itu.

Mantan Rektor Universitas Mercu Buana tersebut mengatakan pemagaran sekeliling kompleks Hotel Toegoe dengan papan penutup merupakan bagian dari proses perbaikan bangunan untuk lokasi Soeharto Center. "Tapi, sekarang masih terkendala perizinan karena Hotel Toegoe benda cagar budaya," kata dia kepada Tempo.

Suharyadi merupakan penggagas pembangunan Kompleks Memorial Soeharto di Kemusuk, Desa Argomulyo, Kecamatan Sedayu, Bantul. Dia mengaku menjadi penggagas museum senilai Rp 8 milyar itu bersama adik tiri Soeharto, Probosutedjo dan Mantan Kepala Kantor Arsip Nasional, Djoko Utomo. Probosutedjo merupakan Ketua Yayasan Menara Bhakti Universitas Mercu Buana dan pemilik Kompleks Hotel Toegoe.

Menurut Suharyadi kompleks memorial Soeharto di Kemusuk menjadi awal upaya mengembalikan citra Soeharto dan pemikirannya. Dia berpendapat reformasi 1998 mengakibatkan citra Soeharto terpuruk dan pemikirannya terlupakan. "Kami ingin publik kembali mengingat gagasannya," kata Suharyadi.

Menurut dia Probosutedjo juga berencana membuka rumah Soeharto di Cendana untuk publik. Di sana kalangan umum bisa melihat kantor pribadi Soeharto ketika berkuasa selama 32 tahun. Museum Purna Bhakti Pertiwi di TMII juga akan dipermak. "Tapi, paling penting ialah Soeharto Center karena di sana kajian dilakukan pada pemikiran dan hasil kerja dia," ujar Suharyadi.

Suharyadi memastikan tidak ada pemugaran bangunan cagar budaya di Hotel Toegoe. Kata dia pembangunan yang dilakukan hanya bertujuan memperkuat konstruksi bangunan lama. "Seluruh lokasi museum Soeharto akan berada di bawah sebuah yayasan, pusatnya di Hotel Toegoe. Makanya, kualitas gedung harus diperbaiki," kata dia.

Djoko Utomo, penggagas momerial Soeharto lainnya, mengatakan pembicaraan mengenai konsep menghidupkan kembali ingatan publik pada Soeharto muncul di 2009. Pada tahun itu, menjelang pensiun, Djoko baru merampungkan pembuatan diorama The History of Nation di Kantor Arsip Nasional. "Ide ini muncul agar Indonesia seperti Amerika atau Malaysia yang memiliki pusat-pusat pengetahuan mengenai semua mantan pemimpin pemerintahannya," kata dia.

Koordinator Masyarakat Advokasi Warisan Budaya (Madya) Indonesia, Johannes Marbun mengingatkan pemagaran Kompleks Hotel Toegoe harus diwaspadai oleh pemerintah. Kata dia penutupan akses publik terhadap bangunan cagar budaya di depan stasiun Tugu Yogyakarta itu berpotensi menjadi ajang perusakan bangunan lama. "Banyak pengusaha suka bohong, bilangnya tidak membongkar, tapi kenyataanya merusak," ujar dia.

Dia juga mengkritik pemagaran di sekeliling Kompleks Hotel Toegoe dengan papan penutup setinggi tiga meter. Kata Marbun belum ada izin untuk pemugarannya sehingga tak semestinya ditutup dan membatasi akses publik ke gedung-gedung di sana. "Itu menutup akses publik. Bangunan cagar budaya dilestarikan itu tujuannya agar masyarakat bisa mengakses dan mempelajarinya," ujar dia.

Kata dia Hotel Toegoe merupakan Bangunan Cagar Budaya di bawah yurisdiksi Kemendikbud. Tapi, meski berada di bawah pemerintah pusat, pemerintah daerah semestinya juga mengambil peran untuk pengawasan. "Ada sistem koordinasi dalam hal perlindungan. Makanya, pemda perlu menegur pemagaran yang dilakukan sebelum ada izin pemugaran," ujar dia.

Marbun mengaku informasi terakhir dari Dewan Pertimbangan Pelestarian Warisan Budaya (DP2WB) DIY pada April 2013 lalu menyatakan Probosutedjo mengajukan izin perbaikan Kompleks Hotel Toegoe untuk bisnis penginapan. Dia belum mendengar informasi mengenai pembangunan Soeharto Center. "Penggunaan gedung cagar budaya untuk apa pun tidak masalah, asal tidak ada perusakan," kata dia.

Dia juga mengingatkan jika izin perbaikan turun, maka tenaga ahli pelestarian warisan budaya dari pemerintah harus terlibat. Mereka perlu ada untuk memastikan perbaikan hanya bertujuan memperkokoh bangunan. "Apabila tidak ada, itu melanggar hukum," kata Marbun.

Sosiolog UGM, Najib Azca menilai keluarga Soeharto berniat memanfaatkan kelemahan periode reformasi untuk mengembalikan citra dinasti politiknya. Kata dia pasca reformasi, penulisan ulang sejarah nasional belum tuntas melakukan berbagai revisi penting terhadap informasi yang dimanipulasi oleh Orde Baru. Selain itu, kata Najib, proses hukum terhadap korupsi dan pelanggaran HAM yang melibatkan Soeharto selama berkuasa masih mengambang.

Najib menambahkan di situasi transisi demokrasi seperti di Indonesia memang mudah memunculkan nostalgia terhadap kebesaran rezim masa lalu. Kata dia situasi ini dibidik secara jeli oleh keluarga Soeharto. "Hampir di semua negara yang sedang mengalami transisi demokrasi situasi nostalgia seperti ini mudah lahir," kata Najib.

Kata Najib pemulihan citra Soeharto merupakan respon rasional dari keluarganya yang ingin menerima legitimasi untuk berhak menikmati kekayaan yang diperoleh selama Orde Baru. Mereka, lanjut dia, juga memunculkan indikasi ingin naik lagi ke panggung politik. "Sumber daya punya, jaringan juga masih ada," kata Najib.

Kata dia proyek Soeharto Center sulit melahirkan kajian obyektif mengenai kerja-kerja Soeharto untuk Bangsa Indonesia jika hanya mengedepankan imaji positif penguasa asal Kemusuk itu. Najib mengatakan, nostalgia baru proposional, apabila kesalahan Soeharto juga dibahas. "Soeharto memang berjasa, tapi perbuatannya yang merusak negeri ini juga banyak," kata Najib.

Pakar politik UGM, Ari Dwipayana juga menilai ada kesan upaya sistematis dari keluarga Soeharto untuk memulihkan nama bekas Presiden terlama di Indonesia ini. Kemunculan tulisan "Piye kabare? Penak jamanku tho", kaos bergambar Soeharto hingga museum memorialnya, kata Ari, mengesankan ada usaha menulis ulang sejarah Soeharto.

Kata dia, Saat ini waktu yang tepat memulihkan nama baik Soeharto karena publik mulai lupa kesalahan Orde baru pasca 15 tahun reformasi. Kata dia "Apalagi, mayoritas generasi muda tidak pernah melihat keburukan Orde Baru."

ADDI MAWAHIBUN IDHOM

Terhangat:
EDSUS HUT Jakarta | Kenaikan Harga BBM | Rusuh KJRI Jeddah


Baca juga:

Senyum Soeharto Tak Akan Dongkrak Suara Golkar

Ulang Tahun, Museum Suharto Diresmikan

Kaus Gambar Soeharto Senyum Laris Manis

Ulang Tahun Soeharto Dirayakan Besar-besaran

Berita terkait

Kejaksaan Serahkan Daftar Aset Yayasan Supersemar untuk Disita

23 November 2018

Kejaksaan Serahkan Daftar Aset Yayasan Supersemar untuk Disita

Kejaksaan Agung telah mengirimkan daftar aset bergerak dan tidak bergerak atas nama Yayasan Supersemar ke PN Jakarta Selatan.

Baca Selengkapnya

Titiek Soeharto Ungkap Dampak Yayasan Supersemar Dibekukan

23 November 2018

Titiek Soeharto Ungkap Dampak Yayasan Supersemar Dibekukan

Titiek Soeharto menyebut pemerintah menghalangi rezeki orang lantaran membekukan Yayasan Supersemar.

Baca Selengkapnya

PN Jakarta Selatan Masih Simpan Uang Sitaan Yayasan Supersemar

22 November 2018

PN Jakarta Selatan Masih Simpan Uang Sitaan Yayasan Supersemar

Uang sitaan sejumlah Rp 242,4 miliar dari Yayasan Supersemar masih tersimpan di rekening PN Jakarta Selatan.

Baca Selengkapnya

Mengintip Aset-aset Yayasan Supersemar senilai Rp 4,4 Triliun

20 November 2018

Mengintip Aset-aset Yayasan Supersemar senilai Rp 4,4 Triliun

Gedung Granadi yang digunakan sebagai kantor oleh Yayasan Supersemar milik Keluarga Cendana resmi disita. Melihat aset yayasan lainnya.

Baca Selengkapnya

Berkarya: Tommy Soeharto Tak Terlibat Sengketa Yayasan Supersemar

19 November 2018

Berkarya: Tommy Soeharto Tak Terlibat Sengketa Yayasan Supersemar

Ketua DPP Partai Berkarya Badaruddin Andi Picunang menegaskan Tommy Soeharto tak ada sangkut paut dengan sengketa Yayasan Supersemar.

Baca Selengkapnya

Partai Berkarya: Gedung Granadi yang Disita Bukan Kantor DPP

19 November 2018

Partai Berkarya: Gedung Granadi yang Disita Bukan Kantor DPP

Badaruddin menyebut sejak Partai Berkarya berdiri sejak 2016, partai tersebut independen dan dan tidak ada sangkut paut dengan Yayasan Supersemar.

Baca Selengkapnya

Kata Kuasa Hukum Keluarga Cendana Soal Gedung Granadi yang Disita

19 November 2018

Kata Kuasa Hukum Keluarga Cendana Soal Gedung Granadi yang Disita

Kuasa hukum Keluarga Cendana, Erwin Kallo, mengatakan bahwa Gedung Granadi yang disita PN Jakarta Selatan bukan milik keluarga Soeharto saja.

Baca Selengkapnya

Gedung Granadi Disita, Benarkah Dipakai Kantor Partai Berkarya?

19 November 2018

Gedung Granadi Disita, Benarkah Dipakai Kantor Partai Berkarya?

PN Jakarta Selatan resmi menyita Gedung Granadi yang disebut-sebut sebagai milik keluarga Cendana dan sedang dipakai kantor DPP Partai Berkarya.

Baca Selengkapnya

Gedung Granadi Disita, Semua Aset Keluarga Cendana Masih Diburu

19 November 2018

Gedung Granadi Disita, Semua Aset Keluarga Cendana Masih Diburu

Selain menyita Gedung Granadi yang disebut sebagai bagian dari aset Keluarga Cendana, negara masih memburu aset lain.

Baca Selengkapnya

Kejaksaan Agung Minta PN Jaksel Sita Aset Yayasan Supersemar

23 Juli 2018

Kejaksaan Agung Minta PN Jaksel Sita Aset Yayasan Supersemar

Menurut Jaksa Agung M Prasetyo, pengadilan wajib melaksanakan putusan perdata yang dimenangkan Kejaksaan Agung atas tergugat Yayasan Supersemar.

Baca Selengkapnya