Busyro: Sulit Bubarkan Parpol Terindikasi Korupsi

Reporter

Editor

Juli Hantoro

Minggu, 9 Juni 2013 18:35 WIB

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas. ANTARA/Indrianto Eko Suwarso

TEMPO.CO, Jakarta -Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi M Busyro Muqoddas menyatakan sulit membubarkan partai politik yang tokohnya banyak tersangkut kasus korupsi. Meskipun sulit, namun partai politik yang koruptif bisa dibubarkan berdasarkan undang-undang.

"Tidak mudah membubarkan partai politik, undang-undang memungkinkan (partai politik) dibubarkan," kata Busyro usai memberi materi di Musyawarah Wilayah II Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi) di Asrama Haji Yogyakarta, Minggu (9/6).

Ia menyatakan undang-undang yang mengatur Mahkamah Konstitusi dan kewenangan yang melekat padanya termasuk membubarkan partai politik. Tetapi untuk membubarkan partai politik, prosedurnya harus ditempuh.

Untuk membubarkan, kata dia tidak cukup dengan adanya indikasi korupsi. Meskipun dalam tubuh partai politik itu tokoh-tokohnya banyak yang tersangkut korupsi dan menjadi terpidana korupsi.

"Harus ada bukti-bukti yang kuat. Kalau ada dana korupsi (yang mengalir ke partai politik) harus ada proses pembuktian, itu tidak mudah," kata dia.

Ia menyatakan, untuk berjihad melawan korupsi harus dilakukan semua elemen masyarakat. Baik dari sisi infrastruktur maupun suprastruktur. Ia sadar betul semua elemen memiliki perbedaan tetapi penyamaan persepsi harus dilakukan untuk pemberantasan korupsi.

Ia menambahkan, tidak hanya partai politik, Komisi Pemberantasan Korupsi, kejaksaan, dan kepolisian saja yang harus berjihad melawan korupsi. Tetapi semua elemen harus mempunyai strategi dalam pemberantasan korupsi.

"Ini harus ada yang mem-bridging. Ini yang kami tidak melihat, antar kampus dan Lembaga Swadaya Masyarakat tidak tampak, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama tidak punya agenda yang sama," kata Busyro.


Dalam diskusi di asrama haji itu,
Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Zaenal Arifin Muchtar menyatakan, buruknya struktural partai politik menjadi pemicu korupsi. Struktural partai politik bisa berdampak pada proses pemilihan umum.

"Sistem pemilu harus diubah dengan sistem campuran yaitu proporsional dan distrik," kata dia.

Kedua sistem itu bertujuan untuk membedakan antara orang terkenal seperti artis yang mencalonkan diri melalui sistem instan kepartaian dengan kader partai yang memiliki ideologi.
Kader yang punya ideologi melalui proporsional dan jalur orang terkenal seperti artis bisa melalui jalur distrik.

Ia menilai, sistem kepartaian juga masih bermasalah. Belum ada kader partai politik yang memupuk kader secara serius. Potensi korupsi melalui sistem kepartaian juga dinilai sering terjadi.

MUH SYAIFULLAH
Topik Terhangat:

Taufiq Kiemas
|Cinta Soeharto Bangkit?| Pemukulan Pramugari Sriwijaya| Penembakan Tito Kei


Baca Juga:
Taufiq Kiemas dan Kacamata Budiman Sudjatmiko

Jokowi 'Diam' Melayat ke Rumah Duka Taufiq Kiemas

Pemukul Pramugari Tidak Dikenakan UU Penerbangan

Perjalanan Politik Taufiq Kiemas

Mega Tunjuk Sulungnya Beri Sambutan untuk Kiemas

Ini Dia Anak Alay yang Ada di Dahsyat





Berita terkait

Ekuador Gugat Meksiko di ICJ karena Beri Suaka Mantan Wakil Presiden

8 jam lalu

Ekuador Gugat Meksiko di ICJ karena Beri Suaka Mantan Wakil Presiden

Meksiko sebelumnya telah mengajukan banding ke ICJ untuk memberikan sanksi kepada Ekuador karena menyerbu kedutaan besarnya di Quito.

Baca Selengkapnya

KPK: Potensi Korupsi di Sektor Pengadaaan Barang Jasa dan Pelayanan Publik di Daerah Masih Tinggi

18 jam lalu

KPK: Potensi Korupsi di Sektor Pengadaaan Barang Jasa dan Pelayanan Publik di Daerah Masih Tinggi

Deputi Bidang Koordinasi dan Supervisi KPK memprioritaskan lima program unggulan untuk mencegah korupsi di daerah.

Baca Selengkapnya

Beredar SPDP Korupsi di Boyolali Jawa Tengah, Ini Klarifikasi KPK

22 jam lalu

Beredar SPDP Korupsi di Boyolali Jawa Tengah, Ini Klarifikasi KPK

Surat berlogo dan bersetempel KPK tentang penyidikan korupsi di Boyolali ini diketahui beredar sejumlah media online sejak awal 2024.

Baca Selengkapnya

Pemkot Surabaya Raih Nilai 97 Persen Percepatan Pencegahan Korupsi

23 jam lalu

Pemkot Surabaya Raih Nilai 97 Persen Percepatan Pencegahan Korupsi

Nilai capaian MCP Pemkot Surabaya di atas nilai rata-rata Provinsi Jatim maupun nasional.

Baca Selengkapnya

Syahrul Yasin Limpo Kerap Minta Bayar Tagihan Kacamata hingga Parfum ke Biro Umum Kementan

1 hari lalu

Syahrul Yasin Limpo Kerap Minta Bayar Tagihan Kacamata hingga Parfum ke Biro Umum Kementan

Syahrul Yasin Limpo saat menjabat Menteri Pertanian kerap meminta pegawai Kementan untuk membayar berbagai tagihan, termasuk untuk kacamata.

Baca Selengkapnya

Sidang Syahrul Yasin Limpo, KPK Hadirkan 4 Saksi

2 hari lalu

Sidang Syahrul Yasin Limpo, KPK Hadirkan 4 Saksi

Tim Jaksa KPK menghadirkan empat saksi pada sidang lanjutan bekas Menteri Pertanian (Kementan) Syahrul Yasin Limpo (SYL)

Baca Selengkapnya

Ribuan Pendukung Desak Perdana Menteri Spanyol Tidak Mundur dari Jabatan

2 hari lalu

Ribuan Pendukung Desak Perdana Menteri Spanyol Tidak Mundur dari Jabatan

Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez mengumumkan akan mundur setelah pengadilan meluncurkan penyelidikan korupsi terhadap istrinya.

Baca Selengkapnya

Ketua Partai Patriot dari Prancis Curiga Bantuan untuk Ukraina Dikorupsi

2 hari lalu

Ketua Partai Patriot dari Prancis Curiga Bantuan untuk Ukraina Dikorupsi

Florian Philippot Ketua Partai Patriot dari Prancis menyebut sebagian besar bantuan dari negara - negara Barat digelapkan oleh pejabat-pejabat Ukraina

Baca Selengkapnya

Deretan Mobil Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung, dari Rolls Royce sampai Ferrari

4 hari lalu

Deretan Mobil Mewah Harvey Moeis yang Disita Kejagung, dari Rolls Royce sampai Ferrari

Berikut sederet mobil Harvey Moeis yang telah disita Kejaksaan Agung.

Baca Selengkapnya

Laporan Dugaan Korupsi Impor Emas oleh Eko Darmanto Masih Ditindaklanjuti Dumas KPK

4 hari lalu

Laporan Dugaan Korupsi Impor Emas oleh Eko Darmanto Masih Ditindaklanjuti Dumas KPK

Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, mengatakan laporan yang disampaikan bekas Kepala Bea Cukai Yogyakarta, Eko Darmanto, masih ditindaklanjuti.

Baca Selengkapnya