TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi membantah menggantung nasib Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum sehingga mengakibatkan anjloknya suara partai berlambang Mercedes itu. Lembaga antikorupsi ini meminta semua pihak tidak mengait-ngaitkan upaya hukum dengan politik.
"Penegakan hukum itu tidak bisa dipaksa-paksa dan tidak terkait dengan sandera-menyandera," kata Johan Budi S.P., juru bicara KPK, saat dihubungi melalui telepon selulernya, Senin, 4 Februari 2013. "Kami mohon KPK jangan dikaitkan dengan politik atau kedudukan seseorang di dalam partai."
Lembaga survei Saiful Mujani Research and Consulting menyatakan, tingkat keterpilihan Partai Demokrat hanya sebesar 8 persen. Angka ini merosot drastis dibandingkan hasil Pemilu 2009 yang mencapai 20 persen. Buruknya persepsi publik terhadap Demokrat karena dianggap tak mampu mengatasi tekanan kasus korupsi.
Partai Demokrat bereaksi dengan meminta Komisi Pemberantasan Korupsi mempertegas status kadernya yang diduga terlibat kasus korupsi. Salah satunya Anas Urbaningrum. "KPK mesti tegas, jangan terlalu digantung status kader kami," kata anggota Dewan Pembina Partai Demokrat, Syarief Hasan, saat dihubungi Tempo, Senin, 4 Februari 2013.
Johan mengatakan, status Anas di KPK adalah saksi kasus korupsi gedung olahraga di Bukit Hambalang, Sentul, Bogor. Komisinya, kata dia, tidak bisa didesak untuk menentukan nasib Anas ke depan. "Kami harus firm benar dengan dua alat bukti yang cukup jika menetapkan seseorang menjadi tersangka," ujarnya,
"Selama itu belum ada, KPK tidak bisa menetapkan seseorang menjadi tersangka." Sebaliknya, kata Johan, bila KPK sudah menemukan dua alat bukti yang cukup, "Tanpa diminta, tanpa dipaksa pun akan menetapkan seseorang menjadi tersangka."
TRI SUHARMAN
Berita terkait
Diskusi Soal Pembentukan Pansel KPK dengan KSP, ICW dan PSHK Sampaikan 3 Hal Ini
1 jam lalu
ICW menilai pembentukan Pansel KPK krusial bagi Presiden Jokowi karena ini peluang terakhir menyelamatkan KPK.
Baca SelengkapnyaKPK Sita 3 Kendaraan Syahrul Yasin Limpo di Makassar, Satu Mercedes Benz Sprinter Diduga Sengaja Disembunyikan
8 jam lalu
KPK juga menyita sebuah rumah milik Syahrul Yasin Limpo senilai Rp 4,5 miliar di Panakukang, Makassar.
Baca SelengkapnyaKoalisi Masyarakat Sipil Sodorkan 20 Nama Calon Pansel KPK ke Jokowi, Siapa Saja?
15 jam lalu
Siapa saja calon pansel KPK yang disodorkan ke Jokowi?
Baca SelengkapnyaPenyidikan Kasus Korupsi PT Taspen, KPK Periksa Rina Lauwy Mantan Istri Dirut
16 jam lalu
Mantan istri Dirut PT Taspen itu pernah diperiksa KPK sebagai saksi kasus korupsi PT Taspen pada 1 September 2022.
Baca SelengkapnyaAlasan Koalisi Usulkan 20 Nama Pansel KPK di Luar 11 Nama yang Beredar
16 jam lalu
Usulan calon pansel KPK itu berasal dari pelbagai unsur, mulai dari akademisi, praktisi, hingga pegiat antikorupsi.
Baca SelengkapnyaAnggap Putusan Sela PTUN Tak Tepat, ICW Minta Dewas KPK Hukum Nurul Ghufron Mengajukan Pengunduran Diri
18 jam lalu
ICW meminta Dewas KPK menjatuhkan hukuman kepada Nurul Ghufron berupa, "diminta untuk mengajukan pengunduran diri sebagai pimpinan.
Baca SelengkapnyaJelang Vonis Etik Nurul Ghufron, Dewas KPK Diminta Tak Takut Meski Dilaporkan ke Bareskrim
20 jam lalu
IM57+ Institute meminta Dewan Pengawas KPK tidak takut dalam menjatuhkan vonis etik terhadap Nurul Ghufron
Baca SelengkapnyaPesan Eks Penyidik ke Nurul Ghufron untuk Tidak Bikin Gaduh KPK: Kalau Tidak Salah, Ikuti Saja Prosesnya
22 jam lalu
Yudi mengatakan jika pun merasa benar, seharusnya Nurul Ghufron mengikuti rangkaian pemeriksaan dugaan pelanggaran etik di Dewas KPK.
Baca SelengkapnyaSYL Peras Anak Buah Bayar Durian Musang King, Beri Bantuan Kiai di Karawang, hingga Bayar Servis Mobil Mercy
22 jam lalu
Tidak hanya itu, ia membenarkan bahwa pernah mengeluarkan Rp 46 juta untuk Durian Musang King untuk SYL saat ditanyai oleh jaksa KPK.
Baca SelengkapnyaLHKPN Janggal Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta, KPK: Indikasi Tindak Pidana Korupsi Belum Bisa Disimpulkan
23 jam lalu
Jubir KPK mengatakan tim LHKPN telah mengkonfirmasi soal kepemilikan harta Eks Kepala Bea Cukai Purwakarta Rahmady Effendy Hutahaean.
Baca Selengkapnya