TEMPO Interaktif, Jakarta:Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (Danjen Kopassus), Mayjen TNI Sriyanto menitikkan air mata saat membacakan pembelaan dirinya atas tuntutan jaksa. "Saya memohon kepada majelis hakim untuk membebaskan saya dari dakwaan jaksa penuntut umum," katanya dalam persidangan ad Hoc HAM Tanjung Priok Jakarta Pusat, Kamis (15/7), yang dihadiri para anak buahnya dan korban peristiwa Tanjung Priok. Sebelumnya, Sriyanto dituntut hukuman 10 tahun penjara karena dianggap telah melakukan kejahatan atas kemanusiaan dalam peristiwa Tanjung Priok 12 September 1984. Sriyanto dinilai bertanggung jawab atas jatuhnya korban pada peristiwa yang terjadi di Jalan Yos Sudarso di depan Markas Polres Jakarta Utara pada peristiwa 20 tahun silam itu. Saat itu, Sriyanto selaku Kepala Seksi Operasi 2 Kodim 0502 Jakarta Utara mengantarkan Regu III Arhanudse-6 KOdim 0502 Jakarta Utara yang diperbantukan (BKO) ke Polres Jakarta Utara untuk tindak pengamanan. Namun setibanya di depan mapolres tersebut, pasukan yang terdiri 13 orang bersenjata SKS lengkap dengan peluru tajam serta bayonet bentrok dengan anggota massa pimpinan almarhum Amir Biki.Bentrokan itu berakhir dengan penembakan terhadap anggota massa yang menewaskan 32 orang dan 54 lainnya luka-luka. Tindakan Sriyanto dan pasukan yang menembak massa tersebut, menurut jaksa, terbukti secara sah dan meyakinkan sebagai tindakan yang menghilangkan atau merampas nyawa orang. Namun, Sriyanto menolak penilaian jaksa tersebut. Ia mengatakan tindakan Regu III Arhanudse-6 KODIM 0502 Jakarta Utara yang membawa senjata SKS lengkap dengan bayonet itu merupakan prosedur tetap yang baku dalam kemiliteran. Apabila prajurit tidak melakukan hal tersebut, menurutnya prajurit itu salah dan satuan tersebut dinilai tidak siap. Sriyanto juga menolak jika dikatakan sebagai pimpinan Regu III Arhanudse-6 Kodim 0502 Jakarta Utara. Menurutnya, pasukan tersebut telah diserahkannya kepada Kepala Pusat Komando Pengendalian Operasi (Kapuskodalops) Jakarta Utara Kapten Pol. Sidahuruk. "Regu III dan Danru Serda Sutrisno Mascung sudah saya serahkan, sesuai permintaan Polres Jakarta Utara," katanya.Ia juga membantah jika bentrokan antara massa dengan pasukan itu telah direncanakan sebelumnya. "Mengapa saya sendiri tidak bersenjata kalau ada niatan untuk menyerang massa?" tanyanya.Dengan mengutip siaran pers yang dikeluarkan Komisi Penyelidik dan Pemeriksaan Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Tanjung Priok, Jakarta 16 Juni 2001, Sriyanto mengatakan peristiwa itu merupakan force majeur. "Penembakan yang terjadi oleh para petugas keamanan adalah dalam keadaan terdesak," katanya.Akhir dari pembelaan pribadi itu, Sriyanto berharap majelis hakim bisa mengambil keputusan secara arif dan bijaksana. "Saya berharap agar keadilan di negara kita ini dapat diwujudkan dan ditegakkan tanpa harus terpengaruh oleh berbagai opini sebagian masyarakat yang menyesatkan," katanya. Edy Can - Tempo News Room
Pertamina dan Polri Bekerjasama Mengamankan Objek Vital Nasional
13 jam lalu
Pertamina dan Polri Bekerjasama Mengamankan Objek Vital Nasional
Pertamina dan Badan Pemelihara Keamanan (Baharkam) Kepolisian Republik Indonesia (Polri) menandatangani perjanjian kerjasama pengamanan objek vital nasional.