Kejaksaan Diminta Sidik Kasus Pelanggaran HAM 1965
Jumat, 14 September 2012 06:43 WIB
TEMPO.CO , Jakarta: Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (MAPPI FH UI) meminta Kejaksaan Agung serius menindaklanjuti laporan hasil penyelidikan Komnas HAM terkait dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat berupa pembantaian simpatisan Partai Komunis Indonesia (PKI) tahun 1965-1966 silam. Menurut MAPPI, sampai saat ini belum ada perkembangan dari Kejaksaan terkait kasus ini.
"Komnas HAM pernah mengeluh, penyelidikan mereka bertahun-tahun, tapi ketika diserahkan ke Kejagung untuk penyidikan ternyata lambat prosesnya," kata ketua harian MAPPI Choky Risda Ramadhan, saat dihubungi Tempo, Kamis 13 September 2012.
Namun Choky juga mengakui tugas Kejaksaan kali ini tak mudah. Sebab barang bukti, saksi mata dan pelaku dalam kasus ini sulit ditemukan. Termasuk belum dibentuknya pengadilan khusus atau ad hoc untuk mengadili perkara pelanggaran HAM itu.
"Tapi tak boleh jadi alasan, penegakan hukum tetap harus diusut, mustahil atau tidak tergantung politik hukum pemerintah saat ini, termasuk dalam mendirikan pengadilan HAM adhoc," kata Choky.
Kejaksaan, kata dia, seharusnya memanfaatkan keadaan ini sebagai tantangan prestasi. Jika Korps Adhyaksa berhasil merampungkan penyidikan ini maka apresiasi tinggi akan diberikan masyarakat, bahkan di mata dunia internasional.
Sementara itu, Kejaksaan Agung menanggapi tuntutan ini dengan datar. Menurut Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Andhi Nirwanto pihaknya sampai saat ini masih terus meneliti laporan Komnas HAM ini. Sebagai ketua tim peneliti, Andhi tak mau banyak bercerita sampai dimana perkembangan kasus sampai saat ini.
"Perkembangan terakhir masih dalam penelitian," kata Andhi saat ditemui Tempo Kamis 13 September 2012.
Sebelumnya, beberapa jaksa di kalangan Kejaksaan Agung menyatakan ragu penyidikan pelanggaran HAM berat peristiwa 1965-1966 bisa berjalan. Sebab, Kejaksaan perlu meminta keterangan dari korban atau keluarga korban, saksi mata, barang bukti hingga pelaku pembantaian. Meski ada banyak data dan laporan soal ini dari berbagai lembaga swadaya masyarakat, para jaksa mengaku kebingungan. "Korbannya sudah meninggal, yang hidup tidak tahu dimana, saksi mata juga tak tahu dimana, pelakunya siapa juga tak tahu, terus bagaimana?" kilah seorang jaksa.
Komnas HAM menyatakan peristiwa brutal yang diduga menewaskan lebih dari 500 ribu jiwa anggota dan simpatisan Partai Komunis Indonesia itu merupakan pelanggaran HAM berat. "Setelah melakukan penyelidikan selama empat tahun, bukti dan hasil pemeriksaan saksi menemukan terjadinya sembilan kejahatan yang masuk kategori kejahatan terhadap kemanusiaan," kata Ketua Tim Investigasi Pelanggaran Kemanusiaan 1965-1966, Nur Kholis, Agustus lalu.
INDRA WIJAYA
Berita Terpopuler:
Apa Beda iPhone 5 dengan Samsung Galaxy S III
Baasyir Kirimi SBY Buku ''Demokrasi Bisikan Setan''
Bos Koperasi Langit Biru Tewas di Tahanan
Aktris Film Anti-Islam Innocence of Muslims Trauma
iPhone 5 Telah Tiba