TEMPO.CO, Magetan - Majelis hakim Pengadilan Negeri Kabupaten Magetan mengganjar terdakwa perkara pembunuhan, Brigadir Polisi Satu Andika Surya Kurniawan, dengan penjara selama 12 tahun. Putusan majelis hakim yang dipimpin Hajar Widianto itu lebih berat dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang hanya menuntut terdakwa lima tahun penjara.
"Terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan perbuatan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Oleh karena itu, majelis menjatuhkan pidana penjara selama 12 tahun," ucap Hajar dalam putusannya, Jumat, 7 September 2012.
Putusan majelis hakim yang mengabaikan tuntutan jaksa ini cukup mengagetkan, tapi dapat mengobati rasa kecewa keluarga korban yang menyesalkan ringannya tuntutan jaksa dari hukuman maksimal penjara dalam kasus pembunuhan.
Hakim menilai dakwaan primer Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana terbukti sebagaimana keterangan saksi dan alat bukti lainnya. Padahal, tim gabungan penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Magetan dan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menilai dakwaan primer tidak terbukti dan memilih dakwaan subsider sebagai dasar tuntutan.
Dalam dakwaan, penuntut umum mengajukan dakwaan primer Pasal 340 KUHP dan dakwaan subsider Pasal 338 KUHP. Pasal 340 mengatur tentang pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman mati atau penjara seumur hidup atau penjara maksimal 20 tahun. Sedangkan Pasal 338 KUHP mengatur tentang pembunuhan dengan ancaman penjara maksimal 15 tahun. Namun, dalam tuntutan, penuntut umum menilai dakwaan primer tidak terbukti dan menggunakan dakwaan subsider sebagai dasar tuntutan.
"Vonis hakim memang lebih tinggi dari tuntutan. Hakim menilai terdakwa terbukti melanggar dakwaan primer," ucap salah satu anggota majelis hakim, Warsito, usai sidang.
Menanggapi vonis tersebut, baik terdakwa maupun penuntut umum mengaku pikir-pikir. "Saya pikir-pikir dulu," kata Andika saat ditanya majelis hakim dengan didampingi penasehat hukumnya.
Sidang putusan kasus penembakan yang menewaskan Muhamad Fauzi Bahtiar itu dijaga ketat puluhan petugas kepolisian. Sebab, tersiar kabar keluarga korban mengerahkan massa karena kecewa dengan tuntutan penuntut umum yang ringan. Namun, putusan yang jauh lebih berat dari tuntutan itu tampaknya bisa meredam potensi kericuhan usai sidang.
ISHOMUDDIN
Berita Terpopuler:
Utang Bakrie Rp 21,4 triliun dan US$ 5,7 miliar
Dari Solo, Jokowi Sapa Warga Jakarta dengan Skype
Keterangan TerdugaTeroris Ada yang Janggal
Indonesia Miliki Cadangan Minyak Sawit Tersembunyi
Konser di Eropa, Suju Dilempari Kondom
Ribuan Pendukung Hartati Kepung KPK
Ilmuwan Mereka Mimpi Tikus
Demokrat DIY Cari Aktor Penggembos Partai
Tak Ada Brotoseno di Sidang Angie
Ini Dia Perbedaan Cara Melihat Pria Dan Wanita
Berita terkait
Komnas HAM Catat Ada 12 Peristiwa Kekerasan di Papua pada Maret-April 2024
18 hari lalu
Komnas HAM mendesak pengusutan kasus-kasus kekerasan yang terjadi di Papua secara transparan oleh aparat penegak hukum
Baca SelengkapnyaPrajurit Siksa Warga Papua, Kapuspen: TNI Bukan Malaikat
34 hari lalu
Kapuspen TNI menyebut jumlah anggota TNI ribuan, sedangkan yang melakukan penyiksaan hanya sedikit.
Baca SelengkapnyaAmnesty International: Penganiayaan di Papua Berulang karena Pelaku Tak Pernah Dihukum
40 hari lalu
Amnesty Internasional mendesak dibentuknya tim gabungan pencari fakta untuk mengusut kejadian ini secara transparan, imparsial, dan menyeluruh.
Baca SelengkapnyaKontraS Minta Panglima TNI Segera Bahas Reformasi Peradilan Militer
6 Oktober 2021
Hasil pemantauan KontraS selama Oktober-2021-September 2021 menunjukkan reformasi peradilan militer jalan di tempat.
Baca SelengkapnyaSerial Netflix Populer Ungkap Pelecehan yang Terjadi di Militer Korea Selatan
16 September 2021
Serial Netflix Deserter Pursuit memicu perdebatan tentang militer Korea Selatan karena menceritakan pelecehan dan kekerasan selama wajib militer.
Baca Selengkapnya2 Anggota Lakukan Kekerasan ke Warga Papua, TNI AU Minta Maaf
27 Juli 2021
TNI AU menyatakan penyesalan dan meminta maaf atas insiden dua anggotanya yang melakukan kekerasan terhadap seorang warga Papua di Merauke.
Baca SelengkapnyaJokowi Diminta Investigasi Kasus Kekerasan di Paniai Papua
5 Juli 2018
Amnesti Internasional Indonesia meminta Jokowi membentuk tim investigasi guna mengungkap kasus kekerasan yang terjadi di Paniai, Papua.
Baca SelengkapnyaBerdamai, Dokter Militer dan Petugas Bandara Bersepakat Ini
8 Juli 2017
Keduanya menyepakati bentuk pertanggungjawaban Guyum setelah menampar adalah meminta maaf secara tertulis kepada Fery, institusi, dan PT Angkasa Pura.
Baca SelengkapnyaTampar Petugas Avsec Bandara, Dokter Militer Mengaku Refleks
8 Juli 2017
Jumat malam, polisi melepas Guyum setelah menandatangani kesepakatan damai dan bersalaman dengan Fery.
Baca SelengkapnyaBerdamai, Polisi Melepas Dokter Militer Penampar Petugas Bandara
8 Juli 2017
Guyun mengaku salah dan meminta maaf atas penamparan yang dilakukannya. "Proses damai berjalan lancar tanpa ada intervensi pihak manapun."
Baca Selengkapnya