Dua jenazah terduga teroris tiba di RS Polri, Kramat Jati, Jakarta, (1/9). Keduanya tewas saat baku tembak dengan anggota Densus 88 di Solo pada Jumat (31/8) malam. TEMPO/Aditia Noviansyah
TEMPO.CO, Jakarta - Aksi polisi menembak mati dua terduga teroris di Solo, Jumat akhir pekan lalu, dikhawatirkan mengundang aksi balas dendam. “Aksi macam itu disebut kisas, dan sangat mungkin karena polisi memang dinilai sebagai musuh oleh kelompok teroris,” kata pengamat masalah terorisme, Noor Huda Ismail, Senin, 3 September 2012.
Noor Huda, yang juga Direktur Yayasan Prasasti Perdamaian, lembaga yang aktif melakukan deradikalisasi teroris—menilai tindakan polisi menembak mati para terduga teroris bisa memicu perlawanan yang lebih besar. “Bagi para ikhwan ini, polisi adalah musuh nyata,” katanya.
Perubahan pola terorisme di Indonesia, dari aksi pengeboman besar menjadi penembakan pos-pos polisi kecil, menurut Noor Huda, disebabkan minimnya logistik mereka. “Aksi pengeboman itu mahal,” katanya.
Karena itu, dia yakin, kelompok teroris yang beraksi di Solo, sepanjang Agustus 2012 lalu, adalah kelompok kecil yang lemah secara logistik. “Lama-kelamaan memang jadi aksi individual,” katanya.