Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim saat memberikan keterangan pers didampingi Komisioner Komnas HAM Ridha Saleh di Sampang, Jakarta, (28/08). Komnas HAM mendesak Pemerintah mengusut dan menuntaskan bentrok antara kelompok Syiah dan anti Syiah di Sampang, Madura. TEMPO/Dhemas Reviyanto
TEMPO.CO, Surabaya - Lembaga Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama (LBH NU) memberikan pendampingan hukum bagi delapan warga Sampang yang ditangkap maupun dijadikan tersangka penyerangan warga Syiah Sampang.
Arman Saputra, koordinator pembela LBH NU untuk kasus ini, mengatakan sedang mengurus berkas sebagai kuasa hukum bagi para tersangka. "Mereka ini kebetulan warga NU dan kami harus membelanya," kata Arman kepada Tempo, Selasa, 28 Agustus 2012.
Arman menilai polisi telah gegabah dalam menangkap dan menetapkan sebagai tersangka delapan warga dari pihak Suni. Apalagi, kerusuhan melibatkan dua pihak antara warga Syiah dan Suni, tapi yang ditangkap polisi hanya warga dari kelompok Suni. Padahal, dari pihak Suni setidaknya juga terdapat 20 warga terluka korban dari kejadian itu.
LBH NU juga mempertanyakan pasal-pasal yang dituduhkan kepada tersangka yaitu Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, kemudian Pasal 170 KUHP tentang penyerangan dengan kekerasan, Pasal 354 tentang penganiayaan berat, serta Pasal 556 tentang upaya membantu dan menyuruh terjadinya tindak kekerasan dan kejahatan. "Siapa yang membunuh, Hamama (korban tewas) terbunuh karena bom meledak, itu salah siapa?" ujar dia.
LBH NU juga mempertanyakan keseriusan polisi dalam mengusut tuntas kasus kekerasan yang terjadi di Nangkernang, Karang Gayam, Sampang, pada hari Ahad lalu. Apalagi, tim pencari fakta menemukan adanya bom rakitan yang sengaja dipasang di areal pintu masuk kawasan perkampungan Syiah Sampang.
Polisi telah menetapkan seorang tersangka bernama Roisul Hukama. Rois ini sebenarnya adalah adik kandung dari pimpinan Syiah Sampang, Tajul Muluk. Selain Rois, polisi juga telah menangkap tujuh warga lainya di diduga turut serta dalam melakukan penyerangan terhadap kelompok minoritas Syiah Sampang.