Kode-kode dalam Daftar Penerima DPID Banggar

Reporter

Editor

Selasa, 14 Agustus 2012 17:52 WIB

Mantan Anggota Banggar DPR RI, Wa Ode Nurhayati mendengarkan keterangan saksi Pimpinan banggar Tamsil Linrung dan Mirwan Amir dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, (07/08). TEMPO/Seto Wardhana.

TEMPO.CO, Jakarta - Khaerudin, anak buah anggota staf Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat, Nando, membeberkan arti kode dalam daftar penerima dana penyesuaian infrastruktur daerah. Pengakuan Khaerudin muncul dalam sidang terdakwa kasus suap DPID, Wa Ode Nurhayati, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa, 14 Agustus 2012.

Menurut Khaerudin, Badan Anggaran memang kerap menggunakan kode tertentu untuk mempermudah pendataan alokasi dana. Dalam berkas alokasi DPID, terdapat sejumlah kode, seperti A, P, K, dan J. "Saya pernah diperintahkan Nando untuk menginput data yang dia dapatkan dari pimpinan Banggar. Saya mengetiknya menggunakan kode," ujarnya.

Kode “A”, kata Khaerudin, melambangkan usulan daerah penerima DPID dari anggota Badan Anggaran, “P” merupakan kode untuk empat pimpinan Badan Anggaran, “K” kode untuk koordinator kelompok fraksi, dan “J” kode untuk jumlah. Adapun kode warna, kata Khaerudin, tidak merujuk pada partai politik tertentu, melainkan hanya mempermudah mengedit data yang sewaktu-waktu berubah.

Menurut Khaerudin, satu di antara kode itu adalah "P4" untuk Tamsil Linrung. "Kode-kode itu diberikan Nando untuk mempermudah kroscek, dan melambangkan usulan (daerah penerima DPID)," kata dia.

Data yang diinput Khaerudin atas petunjuk Nando, beberapa kali mengalami revisi. Menurut Khaerudin, hal itu disebabkan perubahan usulan yang diajukan oleh anggota dan pemimpin Badan Anggaran. "Alokasi saya susun berdasar catatan kertas yang disampaikan Pak Nando, lalu disampaikan ke saya. Biasanya itu didapat (Nando) dari pimpinan," ujarnya.

Nurhayati tidak mengajukan keberatan atas keterangan Khaerudin. Ia hanya mempertanyakan jumlah koordinator untuk kode “K”, yang menurut Khaerudin ada sembilan di Banggar. Hal ini tidak sesuai dengan jumlah kode “K” di berkas daerah penerima alokasi DPID, yang mencatat ada lima kode “K”.

Dalam dokumen yang terdapat dalam laptop Nando yang disita KPK dalam penggeledahan di Badan Anggaran, terdapat daftar daerah-daerah penerima jatah DPID. Nama-nama daerah dalam dokumen itu terlihat diberi tanda warna seperti merah, biru, atau kuning, ataupun diberi kode “K” atau “P”. “P1” hingga “P4” disebut-sebut sebagai sandi untuk bos-bos Banggar, sedangkan “K” adalah sandi untuk pemimpin DPR.

Dalam dokumen, tertulis “K1” mendapat jatah proyek PPID senilai Rp 300 miliar, sedangkan “K2” sampai “K5” masing-masing mendapat proyek senilai Rp 250 miliar. Wa Ode menuding Nando mencoba berkelit karena menyebut kode “K” sebagai sandi untuk koordinator fraksi. Padahal, menurut Wa Ode, koordinator Cuma bertugas mengkoordinasi rapat. Jumlah koordinator pun ada sembilan, atau dengan kata lain tidak cocok dengan jumlah kode “K” di dokumen Nando.

Saat bersaksi untuk Nurhayati pekan lalu, Tamsil Linrung mengakui ada penggunaan kode tertentu dalam DPID. Tapi, kata Tamsil, kode huruf atau warna itu tak melambangkan jatah, melainkan untuk memudahkan melihat identitas pengusul daerah penerima DPID. "Ada kode-kode untuk memudahkan bahwa ini usulan dari fraksi ini, ini dari komisi ini," ujarnya.

ISMA SAVITRI

Baca juga:
Polemik Simulator SIM, Kapolri Kumpulkan Pengacara
KPK Tak Keberatan Disadap Polisi
KPK Mulai Verifikasi Berkas Simulator SIM
Ramadan, Puluhan Ribu Miras dan Petasan Dimusnahkan
Kapolri Pasang Badan karena Kecolongan RUU Kamnas

Berita terkait

Tersangka Suap Satelit Bakamla Kembalikan Uang Suap ke KPK

20 Juli 2018

Tersangka Suap Satelit Bakamla Kembalikan Uang Suap ke KPK

Fayakhun Andriadi, tersangka suap satelit bakamla, mengembalikan uang Rp 2 miliar ke KPK.

Baca Selengkapnya

Datang ke KPK dalam Suap Eni Saragih, Idrus Marham Irit Bicara

19 Juli 2018

Datang ke KPK dalam Suap Eni Saragih, Idrus Marham Irit Bicara

Menteri Sosial Idrus Marham memenuhi panggilan KPK. Ia dipanggil sebagai saksi untuk tersangka suap proyek PLTU Riau-1 Eni Saragih.

Baca Selengkapnya

Suap PLTU Riau, KPK Geledah Ruang Kerja Eni Saragih di DPR

16 Juli 2018

Suap PLTU Riau, KPK Geledah Ruang Kerja Eni Saragih di DPR

KPK menggeledah ruang Eni Saragih terkait perkara suap PLTU Riau.

Baca Selengkapnya

Eksklusif Eni Saragih: Saya Pikir Rezeki dari Swasta itu Halal

16 Juli 2018

Eksklusif Eni Saragih: Saya Pikir Rezeki dari Swasta itu Halal

Tersangka dugaan suap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) I Riau Eni Saragih mengakui menerima uang dari swasta.

Baca Selengkapnya

KPK Tetapkan Bos Apac Group Tersangka Suap Anggota DPR

14 Juli 2018

KPK Tetapkan Bos Apac Group Tersangka Suap Anggota DPR

KPK) menetapkan pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo sebagai tersangka pemberi suap anggota DPR, Eni Maulani Saragih.

Baca Selengkapnya

KPK Duga Eni Saragih Bukan Penerima Tunggal Suap Proyek PLTU Riau

14 Juli 2018

KPK Duga Eni Saragih Bukan Penerima Tunggal Suap Proyek PLTU Riau

KPK menduga Wakil Ketua Komisi Energi DPR Eni Saragih bukan satu-satunya pihak yang menerima suap proyek PLTU Riau.

Baca Selengkapnya

KPK Tetapkan Wakil Ketua Komisi Energi DPR Eni Saragih Tersangka

14 Juli 2018

KPK Tetapkan Wakil Ketua Komisi Energi DPR Eni Saragih Tersangka

KPK menetapkan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Saragih sebagai tersangka penerima suap terkait proyek pembangunan PLTU di Riau.

Baca Selengkapnya

Suap Eni Saragih Diduga Terkait Kewenangan Komisi VII DPR

13 Juli 2018

Suap Eni Saragih Diduga Terkait Kewenangan Komisi VII DPR

Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan penangkapan anggota DPR Eni Saragih diduga berkaitan dengan kewenangan Komisi VII.

Baca Selengkapnya

KPK Periksa Amin Santono sebagai Tersangka Suap RAPBN-P 2018

22 Mei 2018

KPK Periksa Amin Santono sebagai Tersangka Suap RAPBN-P 2018

KPK memeriksa politikus Demokrat Amin Santono sebagai tersangka kasus suap RAPBN Perubahan 2018.

Baca Selengkapnya

Terima Suap Rp 7 Miliar, Musa Zainuddin Divonis 9 Tahun Penjara

15 November 2017

Terima Suap Rp 7 Miliar, Musa Zainuddin Divonis 9 Tahun Penjara

Musa Zainuddin divonis sembilan tahun penjara dan denda Rp 500 juta. Musa terbukti menerima suap Rp 7 miliar.

Baca Selengkapnya