TEMPO.CO, Jakarta - 17 orang warga Dusun Mapipa Desa Raymude, Kecamatan Sabu Barat, Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur mengadu kekerasan yang mereka alami ke Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan.
Warga Dusun Mapipa ini diduga mengalami penyiksaan saat ditahan di Kepolisian Sektor Sabu Timur dan Sabu Barat. Penahanan dilakukan setelah mereka menemukan mayat Brigadir Kepala Bernardju Djawa yang tewas saat mengejar seorang pencuri ternak.
Saul Kanni, 56 tahun, menceritakan kisah penangkapan mereka di kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Senin, 6 Agustus 2012. "Kami bingung saat diangkut dengan oto (mobil pengangkut) dan ditahan di Polsek Sabu Barat," ujar Saul dengan tubuh gemetar.
Saat itu, polisi beralasan ingin mengamankan 17 warga kampung yang diduga sebagai pembunuh Kepala Unit Reskrim Polsek Sabu Timur, Bripka Bernardus Djawa, dari amuk massa.
Bukan rasa aman yang didapat Saul dan rekannya, mereka justru disiksa oleh polisi. "Hari pertama, kami sempat ditelanjangi dan ditempatkan dalam ruangan 3 x 2,5 meter," ujar dia.
Mereka mengaku ditahan tanpa surat penangkapan dan kejelasan tuduhan. Tak hanya itu, mereka juga diintimidasi untuk menandatangani berita acara pemeriksaan yang tak pernah mereka tahu isinya. "Kalau tak mau tanda tangan, kami dibawa keluar ruangan dan dilempari batu," katanya.
Dalam tahanan selama 12 hari di Polsek Sabu Barat, tindak kekerasan menjadi sarapan sehari-hari. Saul yang hadir bersama Rudolof Hawu, 63 tahun, mewakili para korban mengaku bersyukur masih bisa hidup.
Saul yang mengenakan kemeja bergaris pudar dan kain sarung menceritakan apa yang dialami Rudolof. "Bapak tua ini bahkan ditarik-tarik janggutnya sampai dia memohon minta ampun pada para polisi," kata Saul. Rudolof yang duduk di sebelah Saul membenarkan kejadian itu. Pria berjanggut putih itu hanya diam dengan pandangan menerawang.
Ada pula kisah Kepala Dusun Mapipa, Daniel Lay Riwu, yang dipaksa meminum air kencingnya sendiri. "Karena dia mengeluh kehausan, polisi memaksanya untuk berkemih dalam botol dan meminum air kencing di hadapan semua orang," Saul menambahkan.
Mereka dipindahkan ke Polres Kupang pada 12 April 2012. Di tempat tersebut mereka ditahan selama 43 hari sebelum akhirnya dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kupang untuk ditahan selama 23 hari. Pada 6 Juni, mereka kembali ditahan di Polres Kupang hingga 29 Juli dan dibebaskan. "Kami bisa bebas karena merasa menandatangani BAP yang tak pernah kami tahu isinya," ujar Saul.
SUBKHAN