TEMPO.CO, Yogyakarta- Pusat Studi Pancasila Universitas Gadjah Mada mendesak Dewan Perwakilan Rakyat menghentikan pembahasan pengesahan Undang-Undang Pendidikan Tinggi. Berdasarkan kajian Pusat Studi Pancasila, Rancangan UU Pendidikan Tinggi yang bakal disahkan DPR, Jumat, 13 Juli 2012, sebenarnya bisa diganti dengan peraturan pemerintah.
Koordinator Tim Kajian RUU Pendidikan Tinggi Pusat Kajian Pancasila UGM, Diasma Sandi, mengatakan pemberian payung hukum terhadap ketujuh perguruan tinggi negeri yang sudah menjadi badan hukum milik negara bisa dilakukan dengan cepat, yakni dengan menerbitkan peraturan pemerintah. “Berdasar draf RUU yang terakhir muncul pada 26 Juni 2012, pemerintah sama sekali tak mendengarkan kritikan berbagai pihak mengenai sejumlah pasal bermasalah,” kata dia di Yogyakarta, Kamis, 12 Juli 2012.
Menurut dia, pasal yang paling dianggap mengancam sistem pendidikan nasional adalah Pasal 51 tentang Izin bagi Institusi Pendidikan Asing. Pasal ini dianggap bermasalah karena menjadi turunan paling jelas dari ideologi liberalisme dalam pengaturan sistem pendidikan Indonesia. Apalagi, kata Diasma, draf terbaru menghapus syarat status nirlaba bagi institusi pendidikan asing yang menyelenggarakan pendidikan tinggi di Indonesia.
Ini menandakan, kata Diasma, RUU Pendidikan Tinggi membawa agenda besar untuk mengubah dasar sistem pendidikan nasional menjadi semakin liberal. "Draf pada Mei lalu masih mencantumkan unsur nirlaba, tapi sekarang malah dihapus," ujar dia. Padahal, kata Diasma, syarat nirlaba bagi institusi pendidikan asing yang beroperasi di Indonesia sebenarnya belum cukup. Dia mengatakan diperlukan syarat tambahan, seperti materi kurikulum, yang memberikan porsi materi sejarah dan budaya nasional serta sejumlah muatan lokal lainnya.
Pasal lain yang masih mengategorikan status perguruan tinggi dalam tiga bentuk juga layak dikritik. Menurut Diasma, status BHMN menunjukkan negara cenderung melepas tanggung jawab terhadap pendidikan. Ini memberi peluang kepada kampus berbadan hukum untuk menaikkan biaya pendidikan.
Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia Edi Suandi Hamid belum bersedia memberi tanggapan. Sebelumnya, di beberapa kesempatan, Rektor Universitas Islam Indonesia menekankan agar pengesahan RUU didahului dialog intensif dengan pelaku dan pemerhati pendidikan tinggi di Indonesia.
Pratikno, Rektor UGM, juga pernah mengatakan RUU Pendidikan Tinggi dibutuhkan agar tujuh perguruan tinggi negeri berstatus BHMN memiliki payung hukum. Ini setelah Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Payung hukum, kata dia, akan memperjelas pola penataan kampus.
Anggota Komisi Pendidikan dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, I Wayan Koster, mengatakan DPR dan pemerintah segera menyetujui RUU. “Selanjutnya, RUU yang telah dibahas dibawa ke sidang paripurna Jumat ini,” kata dia.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM | ISMA SAVITRI