Ingin Bertemu SBY, Lelaki Ini Mencari Keadilan  

Reporter

Editor

Rabu, 14 Maret 2012 08:28 WIB

Indra Azwan. TEMPO/Aditia Noviansyah

TEMPO.CO, Jakarta - Ia mirip lelaki dalam cerita pendek The Old Man and the Sea karya Ernest Hemingway. Tubuhnya mulai menua. Sisa-sisa keperkasaan mulai luntur. Setiap pagi dia harus menatap hari-hari yang murung dan tak bersahabat.

Tapi, Indra Azwan, sang lelaki itu, bukanlah nelayan seperti tokoh dalam cerpen tersebut. Dia juga tak menghabiskan kesialannya di tengah laut. Kepedihan hatinya membawa Indra ke jalan raya. Warga Blimbing, Malang, Jawa Timur, itu selama 19 tahun mencari keadilan atas kasus tabrak lari yang menimpa anaknya, Rifki Andika, 12 tahun, pada 1993. Kasus itu tak menggantung.

Itu yang membuatnya kembali menjalani ritual jalan kaki dari Malang menuju Jakarta dengan satu tekad: menuntut keadilan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Dia ingin mengembalikan uang Rp 25 juta pemberian Pak Presiden," kata Beti, istri Indra.

Uang tersebut diterima Indra saat bertemu dengan Presiden pada 2010. Indra menerima uang tersebut setelah Presiden saat itu berjanji akan membantu membongkar kembali kasus kecelakaan yang mengakibatkan anaknya, Rifki Andika, tewas pada 1993. Rifki ditabrak saat akan menyeberang jalan di Malang oleh seorang polisi, Joko Sumantri.

Indra, 53 tahun, menuntut kasus kecelakaan itu kembali diungkap. Sebab, Joko terbebas dari jerat hukum. Hal itu didasarkan putusan Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya pada 2008. Sebab, kasus dianggap kedaluwarsa, yakni melewati waktu 12 tahun. Kasus itu memang baru disidangkan 15 tahun kemudian.

Ini yang ketiga kali Indra melakukan aksi jalan kaki ke Jakarta. Aksi pertama pada 9 Juli 2010 dan tiba di Istana Negara 22 hari kemudian. Aksi kedua pada 27 September 2011 melalui jalur selatan, tapi tak sampai ke Istana karena ia sakit. Disusul aksi ketiga kalinya pada 18 Februari 2012.

"Keadilan itu cuma untuk orang kaya, bukan rakyat miskin," kata Indra saat ke Jakarta pada 2010.

Ketika bertemu dengan Presiden pada 2010, diinstruksikan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia memprioritaskan perkara ini. Namun, dua tahun berlalu, kasus tersebut tetap tak diungkap. "Sudah 19 tahun tak ada perkembangan yang berarti," ujar Beti lagi.

Jika gagal bertemu dengan Presiden, menurut Beti, Indra berencana mengadukan masalah ini kepada Tuhan. Indra menyiapkan paspor dan visa untuk berjalan kaki ke Tanah Suci untuk berpasrah diri. Ia akan berjalan melalui Palembang, Dumai, Malaysia, Thailand, Myanmar, India, Pakistan, Iran, Kuwait, Riyadh, hingga ke Mekkah.

Menurut Beti, Indra adalah sosok kepala rumah tangga yang berpendirian teguh. Tetangganya menjuluki Indra, Singo Edan, karena kecintaannya pada klub sepak bola Malang. Ia juga tegas dalam mendidik kedua anaknya yang kini masih duduk di sekolah dasar. Ia penuh kasih sayang terhadap anak-anaknya.

Sementara itu, Indra kemarin malam tak dapat dihubungi. Sebelumnya, Sabtu lalu, Indra melintas di Cirebon. Ia, seperti dikutip Antara, menegaskan tetap akan terus berusaha meminta keadilan atas kematian anaknya.

Menurut dia, perlu pembenahan hukum secara menyeluruh supaya siapa pun pelaku kejahatan bisa dijerat hukum. Ia berharap keadilan bisa terwujud. Dan Indra pun terus mencari keadilan dengan berjalan dan terus berjalan.

EKO WIDIANTO

Berita Populer Pilihan

Penyidik KPK Mogok, Protes Sikap Abraham Samad

Peran Aziz Terungkap dari BBM Rosa

Jabatan Ini Terlarang untuk Orang Asing

SBY Bentuk Satgas Antipornografi

Pengaruh Pengubahan Zona Waktu di Dunia

Anas Dituding Terlibat Proyek Nazar di Kejagung

PKS Tantang Satgas Antipornografi

CEO Asing Dilarang, Erik Meijer Tak Keberatan

Tersangka Pencucian Uang Rp 80 Miliar Ditangkap

Penyatuan Zona Waktu Tak Ubah Jam Sekolah






Advertising
Advertising

Berita terkait

Jaksa Agung Ingatkan Keadilan Restoratif Rawan Disalahgunakan

6 Oktober 2021

Jaksa Agung Ingatkan Keadilan Restoratif Rawan Disalahgunakan

Jaksa Agung menjelaskan, penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif merupakan terobosan hukum yang diakui dan banyak diapresiasi.

Baca Selengkapnya

Dituduh Palsukan Dokumen, Nenek 93 Tahun Ini Terancam Dibui 7 Tahun

11 Agustus 2015

Dituduh Palsukan Dokumen, Nenek 93 Tahun Ini Terancam Dibui 7 Tahun

Nenek Oyoh memilih tertunduk lesu, ketika Jaksa Mumuh membacakan dakwaan, atas tuduhan pemalsuan surat tanah yang kini menjerat dirinya.

Baca Selengkapnya

Ibu Susui Bayi di Penjara Ini Diduga Korban Rekayasa Kasus  

10 Juni 2015

Ibu Susui Bayi di Penjara Ini Diduga Korban Rekayasa Kasus  

Heri menduga kasus yang menimpa istri dan anaknya penuh rekayasa.

Baca Selengkapnya

Nenek Asyani Titip Surat ke Jokowi: Tolong Saya, Pak...  

14 April 2015

Nenek Asyani Titip Surat ke Jokowi: Tolong Saya, Pak...  

Menteri Yohana datang secara khusus ke Kabupaten Situbondo,
Selasa, 14 April 2015 untuk menemui Asyani.

Baca Selengkapnya

Nenek Asyani Jalani Sidang Kelima

19 Maret 2015

Nenek Asyani Jalani Sidang Kelima

Sang nenek berusia 63 tahun itu mengatakan terpaksa datang ke
pengadilan meski kondisinya belum sehat.

Baca Selengkapnya

Melankoli Komunal

23 Februari 2015

Melankoli Komunal

Tentang hzn ini sama dengan gagasan yang dikemukakan dalam The Anatomy of Melancholy, buku Richard Burton yang penuh dengan teka-teki filosofi tetapi menghibur dari awal abad ke-17.

Baca Selengkapnya

Pengadilan Makassar Sahkan Sri Jadi Lelaki

2 September 2014

Pengadilan Makassar Sahkan Sri Jadi Lelaki

Meski Sri telah resmi berganti status kelamin, namun namanya belum berubah lantaran tidak mengajukan permohonan pergantian nama.

Baca Selengkapnya

Hakim Gowa Vonis Bebas Pencuri Rumput  

25 September 2013

Hakim Gowa Vonis Bebas Pencuri Rumput  

Tanaman Lantebung itu dicabuti para terdakwa karena tumbuh di lahan perkebunan yang belum diketahui pemiliknya.

Baca Selengkapnya

Holcim Yakin Buruhnya Memang Bersalah

13 Juli 2013

Holcim Yakin Buruhnya Memang Bersalah

Ada berita acara pemeriksaan dimana Samuri mengakui sudah mencuri benda milik perusahaan.

Baca Selengkapnya

Buruh Holcim Merasa Jadi Korban Putusan Sesat

8 Juli 2013

Buruh Holcim Merasa Jadi Korban Putusan Sesat

Buruh itu melaporkan hakim Cibinong ke Komisi Yudisial.

Baca Selengkapnya