Polisi Belum Akui Syafrudin Tewas Akibat Rusuh Bima

Reporter

Editor

Kamis, 26 Januari 2012 03:47 WIB

Ilustrasi. (MACHFOED GEMBONG)

TEMPO.CO, Jakarta- Markas Besar Kepolisian RI masih belum mengakui Syarifudin, 46 tahun, yang tewas di pelabuhan Sape, Bima Nusa Tenggara Barat pada 24 Desember 2011 tewas akibat operasi pembubaran paksa oleh Polisi. "Yang jelas korban yang disebut itu, tewas di rumahnya," ujar Kepala Badan Reserse Kriminal Komisaris Jenderal Sutarman, di Jakarta, Rabu, 25 Januari 2012.

Menurut Sutarman, hingga kini Mabes masih mencatat hanya ada dua korban tewas dalam peristiwa sehari menjelang Natal itu. Mereka adalah Syaiful, 17 tahun dan Arif Rahman, 18 tahun. Keduanya tewas di lokasi 700 meter dari Pelabuhan Sape.

Namun begitu, Sutarman menyatakan saat ini tim mabes polri masih melakukan investigasi di Bima. Selain menindaklanjuti temuan Komnas tentang kematian Syarifudin, mabes juga tengah menyelidiki siapa pelaku penembakan yang menyebabkan dua orang tewas dan puluhan mengalami luka tembak. "Masih dalam proses," ujar Sutarman.

Versi Komnas HAM, Syarifuddin adalah korban tewas ketiga dalam aksi bentrok di Bima selain Syaiful dan Arief Rachman. Menurut ketua Komnas, Ifdal Kasim, meski tewas di rumah, namun Syarifuddin dipastikan adalah salah satu warga yang mengikuti aksi unjuk rasa sejak 19 Desember 2011. Saat polisi melakukan tindakan represif, Syarifudin ikut lari menyelamatkan diri.

Belakangan, kakak korban menemukan Syarifudin jatuh tak jauh di depan rumah dalam kondisi ada bercak darah di bagian pantat dan basah berlumuran lumpur. Korban kemudian diangkat ke rumah dan meninggal sore harinya.

Selain aksi penembakan, aparat juga melakukan serangkaian tindakan kekerasan. Dalam video yang diputar Komnas HAM, warga yang sudah menyerah dan tidak bersenjata tetap dipukul dan ditendang. Bahkan ada yang dipukul dengan senjata sehingga kulit kepalanya robek. Komnas mencatat lebih dari 30 orang mengalami luka tembak dan belasan lainnya mengalami kekerasan.

Aksi brutal polisi di Sape ini bermula dari tindakan warga memblokir Pelabuhan Sape. Mereka menuntut Bupati Bima mencabut izin eksplorasi tambang yang diberikan kepada PT Sumber Mineral Nusantara melalui Surat Keputusan Bupati Nomor 188.45/357/004/2010. Izin eksplorasi pada areal seluas 24.980 hektare, yang mencakup Kecamatan Sape, Kecamatan Lambu, dan Kecamatan Langgudu, ini dinilai akan mengancam persawahan, ladang, dan sumber mata air rakyat.

IRA GUSLINA

Berita terkait

Komnas HAM Catat Ada 12 Peristiwa Kekerasan di Papua pada Maret-April 2024

18 hari lalu

Komnas HAM Catat Ada 12 Peristiwa Kekerasan di Papua pada Maret-April 2024

Komnas HAM mendesak pengusutan kasus-kasus kekerasan yang terjadi di Papua secara transparan oleh aparat penegak hukum

Baca Selengkapnya

Prajurit Siksa Warga Papua, Kapuspen: TNI Bukan Malaikat

34 hari lalu

Prajurit Siksa Warga Papua, Kapuspen: TNI Bukan Malaikat

Kapuspen TNI menyebut jumlah anggota TNI ribuan, sedangkan yang melakukan penyiksaan hanya sedikit.

Baca Selengkapnya

Amnesty International: Penganiayaan di Papua Berulang karena Pelaku Tak Pernah Dihukum

40 hari lalu

Amnesty International: Penganiayaan di Papua Berulang karena Pelaku Tak Pernah Dihukum

Amnesty Internasional mendesak dibentuknya tim gabungan pencari fakta untuk mengusut kejadian ini secara transparan, imparsial, dan menyeluruh.

Baca Selengkapnya

KontraS Minta Panglima TNI Segera Bahas Reformasi Peradilan Militer

6 Oktober 2021

KontraS Minta Panglima TNI Segera Bahas Reformasi Peradilan Militer

Hasil pemantauan KontraS selama Oktober-2021-September 2021 menunjukkan reformasi peradilan militer jalan di tempat.

Baca Selengkapnya

Serial Netflix Populer Ungkap Pelecehan yang Terjadi di Militer Korea Selatan

16 September 2021

Serial Netflix Populer Ungkap Pelecehan yang Terjadi di Militer Korea Selatan

Serial Netflix Deserter Pursuit memicu perdebatan tentang militer Korea Selatan karena menceritakan pelecehan dan kekerasan selama wajib militer.

Baca Selengkapnya

2 Anggota Lakukan Kekerasan ke Warga Papua, TNI AU Minta Maaf

27 Juli 2021

2 Anggota Lakukan Kekerasan ke Warga Papua, TNI AU Minta Maaf

TNI AU menyatakan penyesalan dan meminta maaf atas insiden dua anggotanya yang melakukan kekerasan terhadap seorang warga Papua di Merauke.

Baca Selengkapnya

Jokowi Diminta Investigasi Kasus Kekerasan di Paniai Papua

5 Juli 2018

Jokowi Diminta Investigasi Kasus Kekerasan di Paniai Papua

Amnesti Internasional Indonesia meminta Jokowi membentuk tim investigasi guna mengungkap kasus kekerasan yang terjadi di Paniai, Papua.

Baca Selengkapnya

Berdamai, Dokter Militer dan Petugas Bandara Bersepakat Ini

8 Juli 2017

Berdamai, Dokter Militer dan Petugas Bandara Bersepakat Ini

Keduanya menyepakati bentuk pertanggungjawaban Guyum setelah menampar adalah meminta maaf secara tertulis kepada Fery, institusi, dan PT Angkasa Pura.

Baca Selengkapnya

Tampar Petugas Avsec Bandara, Dokter Militer Mengaku Refleks

8 Juli 2017

Tampar Petugas Avsec Bandara, Dokter Militer Mengaku Refleks

Jumat malam, polisi melepas Guyum setelah menandatangani kesepakatan damai dan bersalaman dengan Fery.

Baca Selengkapnya

Berdamai, Polisi Melepas Dokter Militer Penampar Petugas Bandara  

8 Juli 2017

Berdamai, Polisi Melepas Dokter Militer Penampar Petugas Bandara  

Guyun mengaku salah dan meminta maaf atas penamparan yang dilakukannya. "Proses damai berjalan lancar tanpa ada intervensi pihak manapun."

Baca Selengkapnya