TEMPO.CO, Jakarta - Mabes TNI AU membantah ada penembakan yang dilakukan pesawat TNI saat mencegat jet Falcon 900 yang ditumpangi Wakil Perdana Menteri dan pejabat senior Papua Nugini.
Juru bicara Mabes TNI AU Marsekal Pertama Azman Yunus menuturkan di atas langit pesawat itu hanya dibayangi karena memasuki wilayah teritori Indonesia. "Kami melakukan shadowing (membayangi) sambil terus kontak di bawah," kata Azman Yunus kepada Tempo yang menghubunginya, Sabtu 7 Januari 2012.
Azman menuturkan, begitu ada pesawat yang masuk teritori satu negara, mereka akan terpantau dan melaporkan siapa mereka. Mareka akan dipersilakan masuk, sesuai dengan izin penerbangan yang mereka miliki.
Namun dalam kasus Falcon 900 yang ditumpangi petinggi Papua Nugini pesawat itu terpantau di radar Komando Pertahanan Udara Nasional (Kohanudnas) dan mereka melakukan identifikasi elektronik dengan radar. Sesuai dengan prosedur yang ada, selain pantauan radar juga dilakukan identifikasi visual dengan cara intersepsi. Prosedur standar intersepsi adalah mencegat dan menghadang.
Saat itu, kata Azman, TNI AU melakukan koordinasi dengan Kementerian Luar Negeri dan Mabes TNI untuk menanyakan kebenaran izin tersebut. “Hasil koordinasinya menyatakan itu pesawat unschedule. Pesawat itu tidak dikenali karena tidak ada surat izin terbang sebelumnya," ujarnya. "Pesawat memakai izin pesawat Global Express milik India dan hanya berlaku mulai 19 Agustus dan berakhir 1 September 2011."
Karena pesawat tersebut tak memiliki izin, TNI AU melakukan kontak dengan pesawat itu, tapi tak ada jawaban. “Dikontak tidak menjawab, makanya kami bayangi,” ujarnya.
Proses membayang-bayangi itu dilakukan di atas langit Banjarmasin hingga Makassar. Pesawat itu dikawal dua Sukhoi dengan terus mencoba berkomunikasi di antara dua sisi di kiri dan kanan Jet Falcon 900 itu dalam jarak 3 mil. “Kami mulai membayangi dari Banjarmasin hingga Makassar," kata dia.
Di Makassar, pesawat itu kemudian dilepas. Menurut Azman, ini dilakukan karena pihaknya mendapat informasi bahwa Kementerian Perhubungan telah mengeluarkan amandemen. Amandemen itu berisi perubahan registrasi, tipe, dan kepemilikan pesawat. Izin yang semula dimiliki pesawat Global Express India kemudian diganti menjadi pesawat Falcon 900. “Pesawat itu menjadi pesawat Papua Nugini,” kata Azman. “Mereka akhirnya kami lepas,” tuturnya. "Jadi tidak ada penembakan dan ancaman."
Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa memastikan prosedur pencegatan yang dilakukan TNI AU sudah sesuai. "Langkah yang dilakukan TNI Angkatan Udara melakukan intersepsi terhadap pesawat dimaksud telah sesuai dengan prosedur yang berlaku di Indonesia dan di negara lain pada umumnya," ujar Marty. "Tidak pernah membahayakan pesawat dimaksud."
Menurut Marty tindakan yang dilakukan TNI AU semata-mata hanya menjalankan prosedur pengamanan wilayah udara NKRI. Tidak ada maksud melakukan tindakan yang membahayakan pesawat lain. Hal ini pun telah disampaikan langsung kepada Duta Besar Papua Nugini, Peter Ilau, yang ada di Jakarta.
Jumat sore, Menlu telah memanggil Peter Ilau menjelaskan alasan prosedur yang diberlakukan TNI AU. "Masalah intersepsi disebabkan oleh permasalahan teknis dalam flight clearance pesawat," ujar Marty.
Dalam pertemuan itu Duta Besar Papua Nugini di Indonesia pun telah memahami prosedur tersebut. Beliau bahkan menyampaikan apresiasi atas penjelasan yang disampaikan Menlu RI. Peter Ilau pun berjanji akan meneruskan pesan Menlu kepada Pemerintah Papua Nugini.
Seperti diberitakan oleh ABC Radio Australia, Jumat 6 Januari 2012, November lalu dua pesawat militer Indonesia hampir bertabrakan dengan pesawat jet yang ditumpangi wakil PM dan para pejabat senior Papua Nugini. Kala itu mereka baru pulang dari tugas di Malaysia.
NUR ALFIYAH | IRA GUSLINA
Berita Terkait
Lewati RI, Jet Papua Nugini Kudu Punya Tiga Izin
Jet PM Papua Nugini Pakai Izin Terbang India
Pesawat Papua Nugini Tak Berizin Terbang
Jika PNG Tak Terima, RI Diminta Putuskan Hubungan Diplomatik
Cegat Pesawat Papua Nugini, Indonesia Tak Perlu Minta Maaf
Sikap Berang Papua Nugini Dipertanyakan
Pencegatan Pesawat Pernah Terjadi di Makassar dan Bawean
Berita terkait
Finlandia Uji Coba Paspor Digital ke Inggris, Pertama Kali di Dunia
5 September 2023
Uji coba paspor digital diberlakukan ke beberapa kota di Inggris, yakni London, Edinburgh, atau Manchester. Diusulkan untuk negara-negara Uni Eropa.
Baca SelengkapnyaRefleksi BNPP di 2022: Pemerataan Pembangunan Perbatasan Negara
28 Desember 2022
Pembangunan telah dijalankan di berbagai sektor mulai dari pendidikan, kesehatan, kelistrikan, hingga kualitas lingkungan.
Baca SelengkapnyaBNPP Gelar Rakordal Konsolidasi Pengelolaan Perbatasan Negara
5 Agustus 2022
Presiden mengamanatkan untuk mengambil langkah-langkah kongkret dalam pengelolaan perbatasan negara.
Baca SelengkapnyaMahfud Md Minta Pemerintah Daerah Waspadai Kriminalitas di Kawasan Perbatasan
12 September 2021
Mahfud Md meminta pemerintah daerah untuk mewaspadai tindakan kriminal di pos lintas batas negara (PLBN).
Baca SelengkapnyaBPKN Ungkap Pintu Masuk Produk Impor Terbuka Lebar di Daerah Ini
9 Juni 2021
BPKN menyatakan pintu masuk produk luar negeri (impor) ke Provinsi Kepri sangat terbuka lebar
Baca SelengkapnyaPetani Belgia Tidak Sengaja Pindahkan Patok Perbatasan Negara dengan Prancis
6 Mei 2021
Seorang petani Belgia memindahkan batu patok perbatasan berusia 200 tahun sejauh 2 meter ke wilayah Prancis dan memperluas luas wilayah Belgia.
Baca SelengkapnyaCegah Penyebaran Covid-19, NTT Tutup Pos Perbatasan Negara
21 April 2020
Menangkal Covid-19, NTT tutup perbatasan negara untuk perlintasan orang, tapi tidak untuk lalu lintas angkutan logistik.
Baca SelengkapnyaMahfud Md Jelaskan Dana Rp 24,3 Triliun untuk Daerah Perbatasan
11 Maret 2020
Dibandingkan dengan Papua, menurut Mahfud Md pembangunan daerah perbatasan harus teritegrasi antarkementerian/lembaga.
Baca SelengkapnyaRI - Malaysia Bakal Tandatangani MoU Dua Titik Perbatasan
16 November 2019
Direktur Topografi TNI AD Brigjen Asep Edi Rosidin mengatakan, persoalan perbatasan negara harus cepat diselesaikan.
Baca SelengkapnyaPilar Inggris - Belanda akan Dihancurkan di Pulau Sebatik
16 November 2019
Pilar yang dibangun Inggris dan Belanda sebagai tanda perbatasan kekuasaan wilayah jajahan.
Baca Selengkapnya