Hilang Satu Menteri, PKS Anggap SBY Langgar Kontrak Koalisi
Selasa, 18 Oktober 2011 21:49 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta -Wakil Sekretaris Jenderal Partai Keadilan Sejahtera, Mahfudz Siddiq, menilai reshuffle kabinet yang dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah melanggar kontrak koalisi dengan partainya. Mahfudz mengatakan, pelanggaran ini akan menjadi pertimbangan dalam rapat Majelis Dewan Syuro PKS yang akan dilakukan pada 8 November 2011 nanti.
"Ini pelanggaran terhadap kontrak koalisi. Sesuai dengan hasil rapimnas kemarin, PKS akan merespon langkah reshuffle secara proporsional pada forum Majelis Syuro, berdasarkan opsi dan masukan Rapimnas," ujarnya kepada wartawan usai menonton pengumuman reshuffle kabinet di gedung DPR, Selasa 18 Oktober 2011.
Presiden dalam pengumumannya akhirnya mengurangi satu menteri dari PKS. Presiden mengganti Menteri Riset dan Teknologi, Suharna S dari PKS dengan Gusti Muhammad Hatta yang sebelumnya menjabat sebagai Menteri Lingkungan Hidup.
Mahfudz menjelaskan, kontrak koalisi antara PKS dengan SBY terdiri dari tiga bagian. Pertama terkait dengan dukungan PKS terhadap Presiden SBY dan Wakil Presiden Boediono sampai 2014. Kedua, terkait dengan code of conduct koalisi. "Ketiga mengatur soal power sharing antara PKS dengan SBY-Boediono. Termaktub PKS dipercayakan 4 menteri dan itu definitif kementriannya. A, B, C dan D," ujarnya.
Ia mengatakan, perubahan dalam setiap bagian kontrak koalisi, tentu saja akan mempengaruhi seluruh bagian dari kontrak tersebut. Bahkan, secara ekstrem bisa diartikan telah membatalkan kontrak koalisi itu. "Pelanggaran terhadap kontrak politik, dengan sendirinya kontrak politiknya tidak berlaku lagi," ujarnya.
Ia menjabarkan, setidaknya Presiden SBY telah melanggar dua bagian dari kontrak koalisi. Selain terkait power sharing, SBY juga dinilainya telah melanggar code of conduct terkait pemberitahuan masalah reshuffle. Ia mengatakan, dalam code of conduct itu, Presiden berjanji akan mengkomunikasikan jika terjadi perubahan menteri yang berasal dari partai anggota koalisi.
Namun, ia mengatakan, sampai saat ini PKS belum berkomunikasi dengan Presiden soal reshuffle. "Yang memberitahukan pengurangan ini kan bukan Presiden secara langsung. Memang ada telepon yang memberitahukan bahwa akan ada pengurangan. Tetapi kami anggap ini hanya sebuah informasi, bukan sebuah kepastian, karena bukan dari Presiden secara langsung, dan itu kepada Presiden PKS," ujarnya. Padahal, kontrak koalisi PKS dengan Presiden ditandatangani oleh Ketua Dewan Majelis Syuro, Hilmi Aminuddin.
Ia mengatakan, PKS berpegangan bahwa pemberitahuan itu bukan sebagai komunikasi resmi karena sebelumnya SBY pernah berpesan kepada PKS. "Kalau ada informasi tentang reshuffle jangan dipercaya kecuali itu langsung dari saya," ujar Mahfudz menirukan pesan SBY kepada PKS.
Selain itu, Mahfudz mengatakan, sampai saat ini PKS juga belum menentukan sikap apakah akan menerima atau tidak pengurangan jatah menteri ini. Ia mengatakan, PKS menyerahkan sepenuhnya kepada Majelis Syuro untuk mempertimbangkannya. "Apakah mau bertahan terus dengan kontrak yang sudah dilanggar, atau mau minta presiden duduk bersama petinggi PKS memperbaharui kontrak yang sudah diubah sebelum disepakati atau mau keluar dari koalisi, itu semua terserah kepada Majelis Syuro," ujarnya.
Mahfudz yakin Dewan Majelis Syuro memiliki pegangan yang sama sesuai dengan kontrak koalisi PKS-SBY itu. "Semua opsi terbuka, yang jelas Majelis Syuro berpegang pada kontrak koalisi," jelasnya.
FEBRIYAN