Ba'asyir dalam buku itu, lanjut Mahendradatta, menyampaikan ulasan pemikirannya dan penajaman dari nota pembelaan yang telah dibacakannya pada Maret lalu. Mahendradatta menjelaskan selama ini Ba'syir sudah mengalami stigmatisasi. Pendiri Pondok Pesantren Al Mukmin, Ngruki, Sukoharjo itu selalu dikaitkan dengan kejadian pengeboman di tanah air. Meski tidak pernah terbukti terlibat dalam aksi terorisme manapun. "Padahal kenyataannya justru bertolak belakang," kata dia.
Menurut Mahendradatta, Ba'syir tak pernah setuju aksi pengeboman. Hal ini ia tegaskan kembali menyusul terjadinya insiden pengeboman di Cirebon kemarin. Ba'asyir menganggap pengebom adalah kafir karena mengebom orang yang sedang shalat Jum'at. "Kalau ada bom orang langsung menunjuk dia (Ba'asyir), padahal dia hanya menjalankan syari'at," kata Mahendradatta.
Karena itu nota keberatan tersebut diterbitkan untuk menjelaskan bagaimana sebenarnya keterlibatan Ba'asyir dalam tindakan-tindakan yang didakwakan padanya. Penerbitan dilakukan karena pemberitaan tentang Ba'asyir selama ini dinilai kurang berimbang, yang akhirnya memicu stigma negatif. Buku ini direncanakan terbit dalam dua seri oleh Jamaah Anshorut Tauhid Media Center. Seri berikutnya akan menampilkan pendapat saksi-saksi ahli yang dihadirkan dalam sidang Ba'asyir.
Ba'asyir dijerat dengan tujuh lapis dakwaan. Ia dianggap melakukan perbuatan, merencanakan, menggerakan, ikut dalam permufakatan, memberikan dana, dan meminjam dana untuk menyokong tindak pidana terorisme.
KARTIKA CANDRA