Sejumlah pemilik lahan tetap bertahan dan tidak bersedia menjual lahannya. Mereka menuntut proses jual beli dilakukan secara transparan.
Upaya Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) untuk membeli secara konsinyasi, atau menitipkan uang pembayaran melalui pengadilan juga tertunda. "Secepatnya konsinyasi dilakukan," kata juru bicara BPLS Achmad Khusaeri, Jumat (25/3).
Sesuai jadwal yang telah dibuat BPLS, proses jual beli lahan harus selesai Maret 2011. Tujuannya, agar proses pengerjaan proyek jalan tol dan jalan raya arteri Porong selesai tepat waktu, yakni Agustus 2011 mendatang.
Khusaeri menjelaskan BPLS telah berkoordinasi dengan Panitia Pembebasan Tanah (P2T) untuk proses konsinyasi tersebut.
Sebanyak empat berkas lahan milik warga Desa Pamotan dan Desa Wunut tengah didata untuk proses konsinyasi tahap awal. BPLS segera menitipkan uang ganti rugi jual beli lahan empat warga tersebut ke Pengadilan Negeri Sidoarjo. Jika beres, petugas Pengadilan bisa mengeksekusi tanah agar bisa dibangun sesuai rencana.
Hingga kini, sebanyak 48 warga pemilik lahan di Pamotan, Wunut, juga Ketapang dan Juwet Kenongo, Kecamatan Porong, masih menolak melepas lahan miliknya.
Mereka menutut agar P2T transparan dalam menentukan harga jual lahan sesuai hasil survei lembaga independen. Namun, P2T menolak membuka secara transparan harga ganti rugi tanah serta berulang kali mengubah penawaran harga.
Awalnya harga tanah ditawarkan Rp 70 ribu per meter persegi. Namun, belakangan naik menjadi Rp 120 ribu.
Purwo Edi, warga Pamotan, berjanji melepaskan lahan tersebut secara sukarela jika sejak awal P2T transparan. "Harga tanah seharusnya dibicarakan dengan pemiliknya secara terbuka seperti transaksi jual beli umumnya," ujarnya.
Proses pembangunan fisik jalan raya arteri Porong, sampai saat ini baru mencapai 58 persen. Sedangkan BPLS telah membayar lunas sekitar 82 persen dari total 123 hektare lahan yang dibutuhkan.
Lahan yang telah dibayar terdiri dari lahan warga 76 persen dan lahan berupa tanah kas desa enam persen. Seluruh tanah kas desa tersebut telah menjalani proses pelepasan. EKO WIDIANTO.