TEMPO Interaktif, Jakarta:Mantan wakil panglima pasukan pejuang integrasi Timor Timor Eurico Guterrez meminta para jenderal TNI dan polisi yang bertugas selama jajak pendapat 30 Agustus 1999 silam menjadi saksi dalam perkaranya. Permintaan itu disampaikan Eurico dengan nada emosional dalam sidang kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di Timor Timur yang digelar di Pengadilan Ad Hoc HAM Jakarta Pusat, Kamis (24/10) siang. Sebelumnya, jaksa penuntut umum Muhammad Yusuf mengajukan bukti baru di hadapan majelis hakim yang dipimpin Herman Huemmer Hutapea. Bukti itu berupa sebuah telegram dari Panglima Kodam Udayana Mayjen Adam Damiri. Telegram bertanggal 22 April 1999 yang ditujukan kepada panglima TNI Jenderal Wiranto itu berisi kronologi aksi penyerangan milisi prointegrasi Aitarak pimpinan Eurico Guterrez, 17 April 1999. Penyerangan itu dilakukan setelah apel akbar pasukan perjuangan integrasi di halaman kantor gubernur Timor Timor. Telegram itu juga menjelaskan dengan detail dari jam ke jam aksi milisi Aitarak yang melakukan pawai dan menyerang masa prokemerdekaan di beberapa tempat diseluruh kota Dili. Yang menarik, telegram itu menyebutkan bahwa setelah penyerangan, milisi Aitarak sempat mampir ke markas tentara batalyon invantri 747 Dili sebelum kembali ke markasnya di Hotel Tropika. Menanggapi bukti tersebut, Eurico kontan menolak keras dengan nada tinggi. Dia membantah semua isi telegram tersebut dan meminta hakim menghadirkan Adam Damiri dalam persidangannya. “Itu hanya surat, sehingga tidak bisa di klarifikasi. Hakim memlih percaya pada saya atau pada selembar surat?” katanya. Komandan Aitarak berambut panjang sebahu ini lalu mengaku heran karena tidak ada satu pun petinggi TNI yang duduk sebagai saksi dalam perkaranya. “Kalau yang disidang Jenderal saksinya juga dari jenderal. Kalau saya, kenapa tidak ada jendral?" katanya. Dalam persidangan tersebut, beberapa kali Eurico menukas pertanyaan hakim maupun jaksa dan membela diri dengan menyatakan tindakanya selama periode pelaksanaan jajak pendapat di Timor Timor murni didorong keinginannya membela tanah air. “Kalau Timur Timur sekarang lepas, dari Republik Indonesia apakah saya yang harus bertanggungjawab ?” katanya. Penjelasan Eurico yang diluar konteks pertanyaan hakim ini sampai-sampai harus dipotong oleh hakim Hutapea. “Saya minta Saudara mengerti. Pengadilan ini tidak mencari perkara tapi hanya mengadili,” kata Hutapea. Selain bukti telegram tersebut, Jaksa Yusuf juga menyerahkan satu bundel bukti surat-surat dari petinggi TNI yang bertanggungjawab atas keamanan di Timor Timor selama jajak pendapat. Bukti itu, kata jaksa, berasal dari berkas perkara kasus pelanggaran HAM dengan terdakwa yang lain. Namun pengajuan bukti baru itu ditolak oleh pembela Eurico dengan alasan tidak berkaitan dengan materi pokok perkara. Oleh hakim Hutapea dinyatakan bahwa bukti tersebut sah adanya karena seluruh sidang pelanggarah HAM di Timor Timor sebetulnya adalah satu perkara. “Memang sebaiknya dipisah karena terdakwanya sampai 19 orang” katanya menjelaskan. Di bagian lain persidangan, Eurico mengaku mengenal beberapa pucuk senjata api yang menjadi barang bukti. Menurut Eurico, milisi Aitarak memiliki sedikitnya 1500 senjata rakitan baik laras pendek maupun laras panjang, dua senjata manuver mouser peninggalan Portugis, tiga senjata SKS peninggalan polisi Indonesia pada perang integrasi Timor Timor tahun 1975 dan senjata G 3 peninggalan tentara Portugis. Namun, Eurico mengaku tidak tahu siapa yang mengajari anak buahnya membuat senjata rakitan, ia juga tidak tahu siapa yang memberikan amunisi kepada anak buahnya. Ketika ditanya hakim, Eurico mengakui beberapa anak buahnya juga memiliki senjata otomatis M 16 dan AKA 47. “Selain milisi prointegrasi kelompok prokemerdekaan juga punya senjata semacam itu,” kata Eurico. Seusai sidang, jaksa Yusuf mengaku tidak bisa menghadirkan para jendreal TNI sebagai saksi dalam perkara Eurico. Pasalnya, satu-satunya pejabat TNI yang tercantum dalam berkas dakwaan adalah mantan komandan distrik militer Dili Letkol Soedjarwo dan itu pun sudah diajukan ke persidangan. Pekan depan, di jadwalkan jaksa akan membacakan tuntutan atas perkara Eurico Guterrez yang didakwa bertanggungjawab akan serangkaian aksi kerusuhan di Timor Timor. Sebagian diantara kerusuhan tersebut adalah penyerangan rumah Manuel Viogas Carasclao, pembakaran keuskupan Dili dan kediaman Uskup Carlos Felipeximenes Belo. (Wahyu Dhyamika-Tempo News Room)
Berita terkait
BPJS Ketenagakerjaan Serahkan Santunan Kematian Sebesar Rp391 Juta
3 menit lalu
BPJS Ketenagakerjaan Serahkan Santunan Kematian Sebesar Rp391 Juta
Santunan kepada 2 ahli waris karyawan BTPN Syariah yang meninggal dunia karena musibah kecelakaan
70 Persen Mahasiswa UGM Keberatan dengan Besaran UKT, Ada yang Cari Pinjaman hingga Jual Barang Berharga
24 menit lalu
70 Persen Mahasiswa UGM Keberatan dengan Besaran UKT, Ada yang Cari Pinjaman hingga Jual Barang Berharga
Peringatan Hari Pendidikan Nasional atau Hardiknas di Yogyakarta turut diwarnai aksi kalangan mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) di Balairung UGM Kamis 2 Mei 2024.