TEMPO Interaktif, Jakarta - Partai Golkar yakin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tak akan merombak Kabinet Indonesia Bersatu II meski tidak nyaman dengan koalisi partai-partai pendukung pemerintah. “Naif kalau mengartikan ucapan Presiden itu berarti akan reshuffle,” kata Sekretaris Jenderal Golkar Idrus Marham saat dihubungi kemarin.
Ia pun percaya ketidaknyamanan Presiden akan koalisi itu bukan berarti ancaman bagi posisi Golkar di kabinet. Kalau partai itu membuat tak nyaman, tentu Presiden akan menyampaikannya secara langsung. “Pak Ical (Aburizal Bakrie, Ketua Umum Golkar) dan Pak SBY kan tak bisa dipisahkan.”
Menurut dia, perombakan kabinet adalah hak prerogatif Presiden. Tapi hubungan Presiden dan Partai Demokrat dengan Golkar biasa saja. Bahkan Golkar ingin hubungan dengan Presiden harmonis dan produktif.
Staf Khusus Presiden Bidang Politik, Daniel Sparingga, dua hari lalu menyatakan, Presiden merasa tak nyaman dengan kondisi koalisi partai-partai pemerintah. “Presiden kecewa melihat kondisi ini,” kata Daniel. Ia menjelaskan, Presiden ingin koalisi menjadi solusi bagi segala permasalahan. Tapi keputusan di Sekretariat sering tak sinkron dengan kondisi di lapangan.
Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Arbi Sanit, berpendapat Presiden Yudhoyono memperingatkan akan merombak kabinet. “Dia memperingatkan, 'Awas ya, kalau berani macam-macam, saya bisa reshufflel,” katanya kemarin. Arbi juga menilai Presiden sedang menunjukkan kekuasaannya dalam Sekretariat Gabungan, yang berisi enam partai pendukung pemerintah. Presiden juga sekaligus memperingatkan pemimpin partai koalisi agar konsisten dengan keputusan yang dihasilkan di Sekretariat.
Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional, Taufik Kurniawan, memahami ketidaknyamanan Presiden terhadap koalisi. Sebagai ketua koalisi, sudah tepat jika Presiden meluruskan sesuatu yang melenceng. “Tapi seyogianya disampaikan di internal dulu,” katanya kemarin.
PAN melihat komunikasi di Sekretariat sudah tertib. Para anggota koalisi dan Presiden Yudhoyono juga sepakat, mereka tak harus selalu satu suara tentang segala hal. Namun jangan masalah internal diumbar ke publik.
Kritik terhadap Sekretariat pertama muncul dari Partai Persatuan Pembangunan, lalu disokong oleh Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Keadilan Sejahtera. Komunikasi di Sekretariat dinilai tak efektif. Demokrat asyik berkomunikasi dengan Partai Golkar. Sejumlah kesepakatan juga tak dilaksanakan di DPR. PKS mengusulkan agar partai-partai tengah keluar, lalu bergabung dengan oposisi, PDI Perjuangan.
Partai Demokrat ingin polemik soal Sekretariat dihentikan. "Jika ada yang merasa dirugikan, diselesaikan secara internal," kata Wakil Sekretaris Jenderal Saan Mustofa.
Menurut politikus senior PDI Perjuangan, Taufiq Kiemas, Sekretariat tak diperlukan di alam Demokrasi Pancasila karena membelah Indonesia menjadi ada kawan dan lawan. "Jika mau maju, harus bersama," ujarnya di gedung DPR kemarin.
ISMA SAVITRI | SANDY INDRA PRATAMA | JOBPIE S