Penyiksaan di Papua, Komnas HAM Didesak Bentuk TPF

Reporter

Editor

Jumat, 5 November 2010 16:33 WIB

Foto kekerasan di Papua yang diunggah di YouTube (Telegraph)

TEMPO Interaktif, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia didesak membentuk tim pencari fakta kasus penyiksaan warga di Tinggi Nambut Papua. Desakan itu disampaikan Dewan Adat Papua bersama Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) di kantor Komnas HAM, Jakarta (5/11).

Dalam pertemuan, disampaikan pula sebuah video kesaksian salah satu korban kekerasan, Anggen Pugo Kiwo. Salah seorang korban yang menyelamatkan diri saat peristiwa kekerasan terjadi.

Markus Haluk, staf Dewan Adat Papua mengatakan, tim pencari fakta perlu dibentuk agar penyelidikan maupun penyidikan kasus kekerasan diungkap tuntas. Masyarakat Papua tidak percaya Pengadilan Militer yang digelar Jumat (5/11) di Jayapura.

Komnas HAM, lanjut Markus, perlu membuka kasus ini agar bisa digelar pula pengadilan sipil bagi para tentara pelaku kekerasan yang terekam dalam video.
"Kami sudah tidak percaya dengan tim investigasi lain, selain Komnas HAM," ujarnya.

Perwakilan dari KontraS, Sri Suparyati berharap TPF soal kekerasan di Papua bisa dibentuk. Selama ini banyak kasus yang terkait pelakuan aparat keamanan yang tidak ditindak tegas. Upaya peradilan militer, dinilai tidak tepat mengingat dalam Kitab Undang Hukum Pidana Militer tidak mengatur soal penyiksaan sebagai pelanggaran.
"Hakim peradilan militer diragukan independensinya," ujarnya.

Komisioner Komnas HAM, Ridha Saleh menyatakan bahwa lembaganya sudah mengantongi sejumlah data soal kekerasan di Papua. Termasuk kasus penyiksaan yang direkam dan kemudia menyebar di Jaringan media internet Youtube.

Semua bukti termasuk bukti tambahan yang baru disodorkan yakni soal kesaksian korban penyiksaan akan dibawa ke rapat paripurna Komnas HAM, Selasa pekan depan. "Komnas juga mencatat memang banyak kekerasan terjadi di Puncak Jaya," ujar Ridha.

Soal pembentukan TPF, kata Ridha, akan dibicarakan dalam rapat paripurna. TPF bisa dibentuk untuk mempercepat proses investigasi Komnas terhadap kasus ini. "Komnas sedang menelusuri apakah ada upaya sistematis dalam peristiwa penyiksaan di Puncak Jaya," ujarnya.

Berdasarkan data Komnas HAM sejak 2004, puluhan orang sudah meninggal dalam aksi kekerasan di Puncak Jaya. Secara detil, ada lima kasus menyebabkan tujuh orang meninggal dunia, 2005 ada 3 kasus dengan korban lima orang luka, 2006 ada satu kasus dengan 2 orang meninggal dunia.

Lalu 2007 ada satu kasus dengan satu korban meninggal dunia, 2009 ada 8 kasus dengan korban lima meninggal dunia, terakhir 2010 ada 11 kasus kekerasan dengan korban empat korban meninggal dunia.

"Kami akan melakukan investigasi lebih mendalam, koordinasi akan digelar dengan aparat agar Komnas diberikan akses seluasnya untuk data dan keamanan di lapangan," kata Ridha.

Sandy Indra Pratama

Advertising
Advertising

Berita terkait

Komnas HAM Catat Ada 12 Peristiwa Kekerasan di Papua pada Maret-April 2024

18 hari lalu

Komnas HAM Catat Ada 12 Peristiwa Kekerasan di Papua pada Maret-April 2024

Komnas HAM mendesak pengusutan kasus-kasus kekerasan yang terjadi di Papua secara transparan oleh aparat penegak hukum

Baca Selengkapnya

Prajurit Siksa Warga Papua, Kapuspen: TNI Bukan Malaikat

34 hari lalu

Prajurit Siksa Warga Papua, Kapuspen: TNI Bukan Malaikat

Kapuspen TNI menyebut jumlah anggota TNI ribuan, sedangkan yang melakukan penyiksaan hanya sedikit.

Baca Selengkapnya

Amnesty International: Penganiayaan di Papua Berulang karena Pelaku Tak Pernah Dihukum

40 hari lalu

Amnesty International: Penganiayaan di Papua Berulang karena Pelaku Tak Pernah Dihukum

Amnesty Internasional mendesak dibentuknya tim gabungan pencari fakta untuk mengusut kejadian ini secara transparan, imparsial, dan menyeluruh.

Baca Selengkapnya

KontraS Minta Panglima TNI Segera Bahas Reformasi Peradilan Militer

6 Oktober 2021

KontraS Minta Panglima TNI Segera Bahas Reformasi Peradilan Militer

Hasil pemantauan KontraS selama Oktober-2021-September 2021 menunjukkan reformasi peradilan militer jalan di tempat.

Baca Selengkapnya

Serial Netflix Populer Ungkap Pelecehan yang Terjadi di Militer Korea Selatan

16 September 2021

Serial Netflix Populer Ungkap Pelecehan yang Terjadi di Militer Korea Selatan

Serial Netflix Deserter Pursuit memicu perdebatan tentang militer Korea Selatan karena menceritakan pelecehan dan kekerasan selama wajib militer.

Baca Selengkapnya

2 Anggota Lakukan Kekerasan ke Warga Papua, TNI AU Minta Maaf

27 Juli 2021

2 Anggota Lakukan Kekerasan ke Warga Papua, TNI AU Minta Maaf

TNI AU menyatakan penyesalan dan meminta maaf atas insiden dua anggotanya yang melakukan kekerasan terhadap seorang warga Papua di Merauke.

Baca Selengkapnya

Jokowi Diminta Investigasi Kasus Kekerasan di Paniai Papua

5 Juli 2018

Jokowi Diminta Investigasi Kasus Kekerasan di Paniai Papua

Amnesti Internasional Indonesia meminta Jokowi membentuk tim investigasi guna mengungkap kasus kekerasan yang terjadi di Paniai, Papua.

Baca Selengkapnya

Berdamai, Dokter Militer dan Petugas Bandara Bersepakat Ini

8 Juli 2017

Berdamai, Dokter Militer dan Petugas Bandara Bersepakat Ini

Keduanya menyepakati bentuk pertanggungjawaban Guyum setelah menampar adalah meminta maaf secara tertulis kepada Fery, institusi, dan PT Angkasa Pura.

Baca Selengkapnya

Tampar Petugas Avsec Bandara, Dokter Militer Mengaku Refleks

8 Juli 2017

Tampar Petugas Avsec Bandara, Dokter Militer Mengaku Refleks

Jumat malam, polisi melepas Guyum setelah menandatangani kesepakatan damai dan bersalaman dengan Fery.

Baca Selengkapnya

Berdamai, Polisi Melepas Dokter Militer Penampar Petugas Bandara  

8 Juli 2017

Berdamai, Polisi Melepas Dokter Militer Penampar Petugas Bandara  

Guyun mengaku salah dan meminta maaf atas penamparan yang dilakukannya. "Proses damai berjalan lancar tanpa ada intervensi pihak manapun."

Baca Selengkapnya