TEMPO Interaktif, SIDOARJO - Sejumlah sekolah di Kabupaten Sidoarjo tetap melaksanakan perpeloncoan dalam kegiatan masa orientasi sekolah (MOS). Larangan perpeloncoan yang ditetapkan Dinas Pendidikan setempat diabaikan.
Praktik perpeloncoan terjadi di hampir semua tingkatan sekolah, terutama Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan.
"Kegiatannya lebih ringan dibandingkan tahun lalu," kilah Kepala SMA Negeri 2 Sidoarjo Hidayatullah, Selasa (13/7).
Hidayatullah mengatakan telah melarang berbagai bentuk perpeloncoan secara fisik maupun psikis. Kegiatan MOS, katanya, dilakukan dengan aneka permainan yang mendidik dan mempererat persahabatan antar siswa. Tujuannya, untuk meningkatkan hubungan dan pertemanan antara siswa dengan guru.
Namun, kenyataan di lapangan, tampak para siswi baru wajib mengikat rambut dengan pita warna-warni, mengenakan tas kresek serta dandanan aneh-aneh lainnya. Siswa dan siswi juga harus menjalankan perintah yang tak masuk akal dengan dalih untuk melatih mental. Kegiatan perpeloncoan ini dilakukan oleh kakak senior di masing-masing sekolah. Kepala Dinas Pendidikan Nasional Sidoarjo Agoes Boedi Tjahyono menyatakan, akan menindak sekolah yang melakukan perpeloncoan. Sekolah diminta melaksanakan kegiatan yang mendidik serta mengedepankan pengetahuan dan wawasan siswa. Kegiatan MOS juga harus berkaitan dengan upaya membangun karakter siswa, dan sesuai dengan visi dan misi lembaga pendidikan.
"Kami telah menurunkan tim untuk mengawasi MOS," ujar Agoes. Tim memantau setiap kegiatan serta mengendalikan pelaksanaan MOS. Tujuannya, untuk menghindari tindakan kekerasan fisik dan psikis.
Wakil Ketua Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak, Suagus Tono, meminta agar kegiatan tersebut dihentikan. Model perpeloncoan, katanya, sudah tak sesuai dengan perkembangan zaman. Praktek perpeloncoan dikhawatirkan akan menganggu psikologi siswa yang beranjak remaja. "Idealnya dilakukan orientasi budi pekerti dan mengenalkan kurikulum pendidikan," ujarnya.