TEMPO Interaktif, Jakarta -Kementerian Dalam Negeri sudah mengevaluasi 80 persen dari 205 daerah hasil pemekaran. Direktur Pengembangan Kapasitas dan Evaluasi dan Kinerja Daerah Kementerian Dalam Negeri Kartiko Purnomo mengatakan, pengumpulan data dilakukan dengan metode kuesioner yang dikirimkan ke daerah otonomi tersebut.
Sebanyak 127 daerah induk juga wajib mengisi kuesioner. Tujuannya untuk membandingkan dengan daerah lainnya. "Memang seyogyanya ada daerah pembanding," kata Kartiko lagi.
Kuesioner tersebut antara lain berisi tentang peningkatan kesejahteraan rakyat, good governance atau transparansi partisipasi dalam mengambil kebijakan, ketersediaan pelayanan publik dan peningkatan daya saing. Pertanyaan lainnya adalah investasi penanaman modal.
Meski belum seluruhnya rampung, Kementerian Dalan Negeri berani menjamin bahwa data-data yang masuk bisa dipertanggungjawabkan. "Karena harus didukung dokumen terkait," kata Kartiko. Kuesioner diisi oleh sekretaris daerah, badan pembangunan daerah, dan asisten pemerintahan.
Kuesioner dirumuskan oleh beberapa pakar diantaranya Samsuddin Haris, Ratnawati dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Agus Dwiyanto. Selain itu Muhkis Hamidi dari Institut Pemerintahan Dalam Negeri, Agung Pambudi dari Komite Pemantau Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Arlit Mertayasa, Dadang S Suharma Wijaya, Alberto Hanani dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, dan Natalia Subagyo.
Hari Otonomi Daerah, Tito Karnavian: Muncul Mutiara Terpendam, Misalkan Presiden Jokowi
29 April 2023
Hari Otonomi Daerah, Tito Karnavian: Muncul Mutiara Terpendam, Misalkan Presiden Jokowi
Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyampaikan plus minus dari pelaksanaan Otonomi Daerah selama 27 tahun terakhir. Salah satu sisi positifnya adalah muncul mutiara-mutiara terpendam dari daerah, seperti Presiden Jokowi.
Sekjen Kemendagri: Indonesia Paling Progresif Terapkan Politik Desentralisasi
31 Oktober 2022
Sekjen Kemendagri: Indonesia Paling Progresif Terapkan Politik Desentralisasi
Pembagian kekuasaan yang merujuk pada UU Nomor 23 Tahun 2014 itu menjadi pembeda pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia yang berlandaskan pada kerangka NKRI.