Hari-hari Terakhir Cut Nyak Dhien 113 Tahun Lalu, Warga Sumedang Sebut Ibu Perbu
Reporter
Tempo.co
Editor
S. Dian Andryanto
Sabtu, 6 November 2021 18:35 WIB
TEMPO.CO, Jakarta – Hari ini, 6 November 2021, tepat 113 tahun Bangsa Indonesia kehilangan salah satu sosok pahlawan perempuan. Cut Nyak Dhien merupakan sosok pahlawan yang turut serta dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia asal Aceh Barat.
Perempuan kelahiran 1848 ini ikut serta melawan penjajahan Belanda sekaligus meneruskan perjuangan sang suaminya, Teuku Umar. Menjadi seorang wanita bukanlah penghalang bagi sosok Cut Nyak Dhien untuk terus ikut serta dalam medan pertempuran dalam menumpas Belanda.
Melansir dari p2k.itbu.ac.id, Cut Nyak Dhien merupakan keturunan bangsawan, dengan ayahnya yang bernama Teuku Nanta Seutia sedangkan ibunya adalah puteri dari seorang uleebalang Lampagar. Keluarganya dikenal sebagai keluarga yang taat beragama.
Pernikahan pertamanya berlangsung pada 1862 dengan Teuku Cek Ibrahim Lamnga, ketika usianya 12 tahun, dilansir dari p2k.um-surabaya.ac.id. Namun suami pertamanya gugur di pertempuran melawan Belanda pada 29 Juni 1878. Kematian suaminya tersebut menjadi awal kemarahan Cut Nyak kepada Belanda, bahkan dirinya akan bersumpah menghancurkan Belanda. Semenjak saat itu, Cut Nyak Dhien aktif bertempur melawan Belanda bersama masyarakat Aceh.
Cut Nyak Dhien menikah kembali dengan Teuku Umar, yang merupakan panglima perangnya. Setelah memeroleh izin dari Teuku Umar untuk turut serta dalam medan perang, mereka melangsungkan pernikahan pada 1880 dan dikaruniai satu anak perempuan bernama Cut Gambang. Bersama dengan Teuku Umar, Cut Nyak Dien bergabung melawan Belanda.
Namun, pada 11 Februari 1899, Teuku Umar gugur terlebih dahulu di tangan Belanda di pedalaman Meulaboh. Akhirnya, perjuangan melawan Belanda terus dilanjutkannya bersama pasukannya. Pertempuran terus berlangsung tetapi kondisi fisik dan jumlah pasukan milik Cut Nyak Dhien yang semakin berkurang membuat posisinya di ujung tanduk. Karena iba, salah satu pasukan Cut Nyak Dien, bernama Pang Laot, akhirnya memberitahukan kepada pasukan Belanda tentang markas Cut Nyak Dien.
Belanda kemudian menyerang markas Cut Nyak Dhien habis-habisan dan berhasil menangkap Cut Nyak Dhien. Kemudian, dirinya dibawa ke Banda Aceh dan memeroleh perawatan intensif atas penyakit yang dideritanya, yaitu encok dan rabun. Namun, Belanda yang menilai keberadaan Cut Nyak Dhien membahayakan, memutuskan mengasingkan Cut Nyak Dhien di Sumedang, Jawa Barat.
Mengutip dari jabarprov.go.id, saat di Sumedang, Cut Nyak Dhien aktif memberikan pendidikan mengaji kepada ibu-ibu sekitar lokasi pengasingannya. Karena kemampuannya tersebut, Cut Nyak Dhien memeroleh julukan Ibu Perbu atau Ibu Suci. Pada 6 November 1908, Cut Nyak Dhien dinyatakan meninggal karena usianya yang sudah renta. Jenazahnya disemayamkan di daerah pengasingan dan baru ditemukan pada 1959.
NAOMY A. NUGRAHENI
Baca: Cara Mahasiswa Kenang Cut Nyak Dhien