TEMPO Interaktif, Jakarta:Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi menyatakan semburan lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur merupakan fenomena alam berupa mud volcano. Kesimpulan itu merupakan hasil kajian BPPT dengan institusi terkait dalam loka karya pada 6 Oktober 2006 dan 20-21 Februari 2007. ?Rekomendasi kami menyatakan lumpur Lapindo merupakan bencana alam,? kata Menteri Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR-RI, yang dipimpin Wakil Ketua Komisi Sutan Batoeghana dari Fraksi Demokrat, Senin. Kesimpulan itu berbeda dengan pendapat Profesor Rudi Rubiandini (mantan Ketua tim investigasi yang dibentuk Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral). Dalam sebuah diskusi beberapa waktu lalu, ia menyatakan secara ilmiah dan keilmuwan semburan terjadi karena kelalaian manusia. Berdasarkan data dan analisa BPPT, Kusmayanto melanjutkan, sumber lumpur berasal dari kedalaman 1000-2000 meter di bawah permukaan. Lumpur mencapai permukaan akibat peristiwa alam yaitu aktivitas tektonik dan aspek-aspek geologi terkiat kondisi geohidrologi dan geothermal. Lumpur tersebut, kata mantan Rektor ITB itu, terjadi di suatu wilayah yang diketahui sebagai wilayah secara tektonik aktif. Secara geologi, dia melanjutkan, disebut Jalur Kendeng yang mudah terganggu aktivitas tektonik sehingga menyebabkan sebagian batuan di bawah permukaan bertekanan lebih. Semburan lumpur itu berhubungan erat dengan gempa bumi di Yogyakarta dan Jawa Tengah pada 27 Mei 2006. Gempar bumi di Yogyakarta terjadi 27 Mei 2006, sedangkan semburan lumpur terjadi 29 Mei 2006. Gempa itu, katanya, mempengaruhi produktivitas fluida di sumur-sumur di sekitar Banjar Panji-1 (misalnya Sumur Carat) bersamaan dengan peningkatan aktivitas Gunung Merapi. Selain itu, gempa bumi telah mengaktifkan Gunung Semeru 29 Mei 2006 dengan terjadinya awas panas. "Kesimpulan tersebut merupakan data dan analisa NASA," kata Kusmayanto. Anggota Komisi VII yang membidangi masalah energi dari Fraksi PAN Alvin Lie mengatakan rekomendasi tersebut seharusnya diajukan ke pemerintah, bukan ke DPR. Pemerintah pun harus meyakinkan publik bahwa rekomendasi tersebut dapat dipertahankan secara ilmiah. ?Jika tidak, kredibilitas pemerintah akan tenggelam dalam lumpur,? katanya. KURNIASIH BUDI