TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan akan menyuarakan krisis kemanusiaan yang saat ini dialami etnis Rohingya dalam Konferensi Tingkat Tinggi Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Kazakhstan pada 10-11 September mendatang. Aspirasi Indonesia itu juga akan disuarakan dalam Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa yang rencananya akan dihadiri Kalla.
Kalla mengatakan KTT OKI di Kazakhstan akan membahas ilmu pengetahuan dan teknologi. KTT OKI, kata Kalla, tidak akan membicarakan masalah politik. Meski begitu, kesempatan bertemu dengan banyak pemimpin dari negara lain itu akan dimanfaatkan Kalla untuk menyuarakan penanganan krisis kemanusiaan etnis Rohingya.
Baca juga: Kalla Minta Isu Rohingya Tak Picu Konflik Baru di Indonesia
"Saya akan ketemu dengan banyak pemimpin. Kami juga akan membicarakan (krisis Rohingya)," katanya di Kantor Wapres, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Selasa, 5 September 2017.
Hal yang sama juga akan dilakukan Kalla di Sidang Umum PBB pada 19 September mendatang. "Kami akan banyak bicara dengan para pemimpin dunia, tentu akan menjadi bagian pembicaraan juga," ujarnya. Seperti diketahui, Kalla akan mewakili Indonesia dalam dua pertemuan internasional pada bulan ini, yaitu KTT OKI di Kazakhstan dan Sidang Umum PBB.
Baca juga: Din Syamsuddin Dorong RI Inisiasi Intervensi Krisis Rohingya
Kalla mengatakan masalah yang menimpa etnis Rohingya di Rakhine State, Myanmar, melibatkan banyak faktor. Setidaknya, ada empat faktor yang melatari terjadinya kekerasan yang menimpa etnis Rohingya, yaitu sejarah, ekonomi, politik, dan agama.
Terkait dengan masalah sejarah, persoalan ini terjadi sejak Inggris menjajah Myanmar dan daerah sekitarnya. Pada saat itu, Rakhine dianggap sebagai wilayah yang kekurangan tenaga kerja sehingga pemerintah kolonial mendatangkan warga Rohingya dari Bangladesh. Ini membuat etnis Rohingya menjadi warga minoritas di Rakhine State.
Baca juga: Jokowi Serukan Kekerasan pada Etnis Rohingya Segera Dihentikan
Persoalan Rohingya juga tak lepas dari masalah politik. Para pemimpin tentu lebih mengutamakan merebut suara konstituen terbesar, yakni umat Budha. "Masalah agama pasti ada, juga ekonomi, itu berkumpul masalah itu," ucapnya.
AMIRULLAH SUHADA