TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry Juliantono meminta politikus Partai NasDem Victor Laiskodat meminta maaf kepada Gerindra dan tiga partai lainnya: PKS, Demokrat, dan PAN. Ini terkait dengan pernyataan Viktor yang menuding keempat partai tersebut adalah pendukung khilafah lantaran tak mendukung pemberlakuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan.
Meski begitu, Ferry Juliantono mengatakan Gerindra tetap akan menempuh jalur hukum terhadap peristiwa pidato politik Victor Laiskodat tersebut. “Sampai hari ini belum ada permintaan maaf. Harapan saya Victor segera menyampaikan permohonan maaf,” kata Ferry di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu 5 Agustus 2017.
Baca juga:
Jusuf Kalla Dukung Viktor Laiskodat Dilaporkan ke Polisi
Viktor Laiskodat mencuri perhatian setelah video pidatonya di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Dalam video itu, Viktor berbicara di sebuah mimbar dan menyebut empat partai sebagai partai politik yang mendukung negara khilafa dan mengancam keutuhan NKRI. Sontak, PAN pun melaporkan Viktor ke kepolisian.
Ferry berpendapat kasus Viktor mirip dengan kasus yang menjerat Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok atas tuduhan penodaan terhadap agama. Pertama, pidato diberikan Viktor sebagai pejabat publik; kedua, Viktor mencoba masuk ke ranah yang pemahamannya tentang khilafah tidak dikuasai. ”Ia cenderung mensimplifikasi berdasarkan framing yang ada dalam pembicaraan,” katanya.
Baca pula:
DPP PAN Laporkan Viktor Laiskodat ke Bareskrim Polri
Menurut Ferry, tidak tepat jika ada partai atau lembaga swadaya masyarakat yang dicap sebagai pendukung khilafah lantaran menolak Perpu Ormas. “Jadi kayak orang yang menolak perpu dianalogikan sebagai pendukung khilalafah itu tidak benar. Bagaimana dengan LSM yang menolak perpu apakah mereka pendukung khilafah?” ujar Ferry.
Parahnya, menurut Ferry, pemahaman Victor Laiskodat soal khilafah tak cukup memadai lantaran dirinya berada di luar konteks keagamaan yang membahas konsep khilafah. “Viktor berbeda agama dengan objek pembahasan. Mirip dengan Basuki Tjahaja Purnama yang membicarakan Al-Maidah yang bukan menjadi kapasitasnya,” ujar dia, menegaskan.
ARKHELAUS W.