TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat Bambang Soesatyo mengatakan tindakan persekusi yang marak bisa merusak citra Indonesia sebagai negara hukum. Aksi main hakim sendiri ini juga dapat meruntuhkan kekuatan dan wibawa negara di hadapan para korban.
Politikus Partai Golkar itu meminta aksi persekusi tersebut tidak ditoleransi. Menurut dia, negara wajib merespons persekusi dengan tindakan tegas. "Siapa pun pelakunya dan sebesar apa kekuatan yang mendukungnya," kata Bambang dalam keterangan tertulis, Ahad, 4 Juni 2017.
Baca: Jokowi Perintahkan Kapolri untuk Menindak Tegas Praktik Persekusi
Andai persekusi tidak segera dihentikan, ujar Bambang, akan terbangun persepsi negatif di benak publik. Negara akan tampak lemah dan kehilangan wibawa akibat ada sekelompok warga sipil yang bisa bertindak semena-mena.
"Para korban akan merasa tidak terlindungi oleh negara. Padahal, sebagai negara hukum, negara menggenggam kewenangan mutlak untuk mewujudkan keamanan, ketertiban umum, dan memberi perlindungan maksimal kepada setiap warga negara," ucapnya.
Baca juga:
Bambang berujar masyarakat akan berasumsi bahwa di negara ini tidak ada kepastian hukum. Masyarakat akan mengira segala perkara dapat diselesaikan oleh para pihak yang bersengketa dengan cara apa pun tanpa mempedulikan hukum formal.
Simak: Begini Detik-detik Persekusi yang Dialami PMA
"Kalau sudah begitu, publik yang awam hukum pun akan berpendapat bahwa klaim Indonesia sebagai negara hukum tak lebih dari pepesan kosong," ucapnya.
Selain itu, citra institusi penegak hukum akan buruk di mata masyarakat dan dianggap lemah lantaran tidak mampu melindungi warga. "Tidak mampu menangkal tindakan semena-mena yang dilakukan oknum atau sekumpulan orang," tuturnya.
Menurut Bambang, bila persekusi sekecil apa pun ditoleransi, dampaknya tidak hanya menyakiti korban tapi dapat berpotensi menimbulkan kerusakan besar. Pembiaran terhadap aksi ini merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara. "Hukum material dan hukum formal akan kehilangan fungsi dan kekuatannya," kata dia.
Lihat: Koalisi Anti Persekusi Bentuk Crisis Center Lindungi Korban Teror
Belakangan ini ramai aksi persekusi oleh sekelompok orang yang diduga berasal dari Front Pembela Islam. Targetnya adalah orang-orang yang dianggap menghina agama Islam, ulama, dan pemimpin FPI. Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) mencatat tingginya kasus persekusi sejak 27 Januari hingga 31 Mei lalu.
Sedikitnya ada 59 korban persekusi. Kasus persekusi yang paling menonjol saat ini adalah bocah berusia 15 tahun berinisial PMA yang tinggal di Cipinang, Jakarta Timur. Dia menjadi korban persekusi sekelompok orang yang diduga berasal dari FPI. Seorang dokter wanita di Solok, Sumatera Barat, Fiera Lovita, juga mengalami persekusi oleh kelompok sama dan pindah ke Jakarta untuk sementara.
AHMAD FAIZ