TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto mengatakan Indonesia telah mengantisipasi kemungkinan masuknya militan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dari Filipina melalui jalur tikus. Menurut dia, pihak TNI telah memperkuat penjagaannya agar tidak kecolongan. “Sudah (antisipasi). Saya sudah berkoordinasi dengan panglima TNI,” katanya di DPP Partai NasDem, Jakarta, Ahad, 28 Mei 2017.
Selain itu, Wiranto yang baru kembali dari Rusia dan Riyadh menjelaskan adanya kerja sama untuk memotong jalur logistik pelaku teror. “Bukan (kerja sama) masalah tukar-menukar informasi atau pemahaman cyber untuk terorisme saja,” ucapnya.
Wiranto mengatakan bahkan sudah ada kesepakatan untuk membentuk suatu bank data terorisme seluruh dunia. “Sehingga nanti ada pemetaan anatomi terorisme di dunia seperti apa dan lebih mudah kerja sama untuk membasmi mereka,” ujarnya.
Menurut Wiranto, ketimbang negara-negara lain, Indonesia memiliki kelebihan dalam pemberantasan terorisme. Sebab, selain menggunakan cara-cara keras, Indonesia menerapkan pendekatan secara lemah lembut lewat metode deradikalisasi.
“Deradikalisasi mencoba mengajak para mantan teroris kembali masuk ke kehidupan yang layak dan normal bersama masyarakat. Bahkan kami menggunakan mereka untuk basis informasi,” katanya.
Dalam sepekan terakhir serangan teror terjadi di berbagai belahan dunia. Sebelumnya bom meledak di Manchester Arena, Inggris, Senin, 22 Mei 2017, saat berlangsung konser penyanyi Ariana Grande.
Keesokan harinya, militan ISIS di Filipina terlibat baku tembak dengan militer di Marawi, Mindanao. Akibat peristiwa tersebut, Presiden Rodrigo Duterte sampai memberlakukan status darurat militer.
Teror juga menimpa Ibu Kota Indonesia, Jakarta. Dua bom bunuh diri meledak di Terminal Kampung Melayu pada Rabu, 24 Mei 2017. Peristiwa ini mengakibatkan lima orang tewas, termasuk dua terduga pelaku dan tiga anggota Polri. Sementara itu, sepuluh orang lainnya menderita luka.
ARKHELAUS WISNU | AHMAD FAIZ