TEMPO.CO, Jakarta - Majelis hakim telah menetapkan Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok bersalah atas tuduhan kasus penistaan agama dalam pidatonya di Kepulauan Seribu pada September tahun lalu. Ahok divonis 2 tahun penjara dengan menggunakan Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penodaan agama. Majelis hakim meminta Ahok ditahan.
“Menyatakan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penodaan agama. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa, oleh karena itu dengan pidana penjara selama 2 tahun, memerintahkan terdakwa ditahan,” ujar ketua majelis hakim Dwiarso Budi Santiarto di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Selasa, 9 Mei 2017.
Baca: Menjelang Pembacaan Vonis, Ahok: Mau Dizalimi, Saya Terima
Selain itu, majelis hakim menetapkan barang bukti dari jaksa penuntut umum dan yang diajukan penasihat hukum seluruhnya tetap terlampir dan bagian yang tak dapat dipisahkan dari berkas perkara. “Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 5.000,” ujar Dwiarso.
Pembacaan vonis Ahok dipimpin Dwiarso Budi Santiarto, serta didampingi hakim anggota, yaitu Jupriyadi, Abdul Rosyad, Didik Wuryanto, dan I Wayan Wirjana. Sedangkan jaksa penuntut umum dipimpin Ali Mukartono.
Baca: Menjelang Vonis Ahok, Polisi Siagakan 13 Ribu Personel
Adapun jaksa penuntut umum didampingi Reky Sonny Eddy Lumentut, Lila Agustina, Bambang Surya Irawan, J. Devi Sudarsono, Lalu Sapto Subrata, Bambang Sindhu Pramana, Ardito Muwardi, Deddy Sunanda, Suwanda, Andri Wiranofa, Diky Oktavia, dan Fedrik Adhar.
Ahok divonis lebih berat dibandingkan dengan tuntutan jaksa yang menggunakan Pasal 156 KUHP. Pasal itu berbunyi, "Barang siapa di muka umum menyatakan pernyataan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 4.500." Dengan pasal inilah Ahok divonis telah melakukan penistaan agama.
LARISSA HUDA