TEMPO.CO, Jakarta - Redistribusi aset dan reformasi agraria adalah upaya pemerintah untuk mengurangi kesenjangan ekonomi yang tercermin dari angka rasio Gini.
"Kami ingin angka rasio Gini turun lebih banyak lagi," kata Jokowi. di acara Forum Ekonomi Umat yang digelar Majelis Ulama Indonesia, Sabtu, 22 April 2017, di Hotel Grand Sahid, Jakarta.
Baca : Presiden Jokowi Ancam Bakal Ganti Menteri yang Tak Bisa Penuhi Target
Dia menjelaskan, sebenarnya pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup baik dibanding negara-negara lain. Apalagi di tengah kondisi ekonomi dunia yang sedang melambat. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2016 sebesar 5,02 persen. Pencapaian ini adalah yang ketiga di dunia setelah India dan Cina.
Meski demikian, kata Jokowi, selain pertumbuhan ekonomi, pemerataan ekonomi pun harus menjadi perhatian. "Perlu dilihat lebih detail memang pertumbuhan ekonomi 5,02 persen tadi itu yang menikmati siapa. Ini yang perlu dilihat lebih detail," kata Jokowi. Pada 2016, angka rasio Gini Indonesia berada pada posisi 0,397.
Ketua Bidang Ekonomi MUI Lukmanul Hakim mengatakan ketimpangan ekonomi yang ada di masyarakat masih cukup besar. "Ini tergambar dari masih cukup tingginya angka rasio Gini 0,397," kata Lukman.
Simak pula : Dugaan Makar, Polisi: Al Khaththath Sudah dalam Proses Pemberkasan
Besarnya ketimpangan itu juga terlihat dari sejumlah penelitian lembaga luar negeri. Lukman menjelaskan, laporan Credit Suisse menempatkan Indonesia menempati posisi keenam dalam negara dengan ketimpangan kekayaan di dunia. Angkanya mencapai angka 84 persen.
Sementara dari penelitian Oxfam, disimpulkan satu persen penduduk Indonesia menguasai 49,3 persen total kekayaan nasional. Dan 10 persennya mengusasi 70 persen kekayaan nasional.
"Ketimpangan ini jika tidak diatasi bisa menjadi bibit potensial terjadinya gejolak atau disharmionisasi dalam kehidupan bangsa yang pada gilirannya merugikan kita semua," kata Lukman.
AMIRULLAH SUHADA