TEMPO.CO, Yogyakarta - Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Waryono mengatakan korupsi adalah salah satu perbuatan yang masuk kategori dosa besar. Dosa besar itu tercantum dalam Kitab Kuning Al-Kabair, yang mengulas 70 dosa besar, karya Imam Az Zahabi.
“Karena termasuk dosa besar, orang yang meninggal dalam keadaan korupsi jangan disalatkan,” kata dia saat memberikan pidato pembukaan seminar nasional bertajuk “Membangun Generasi Baru yang Berintegritas dan Antikorupsi” di Convention Hall UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Selasa, 11 April 2017.
Baca: Ketua KPK: Membela Koruptor Itu Tidak Tepat
Seminar menghadirkan pembicara Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan dan Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama Fakultas Dakwah UIN Sunan Kalijaga Abdur Rozaki.
Tidak menyalatkan koruptor, menurut Waryono, merupakan bentuk sanksi sosial. Sanksi sosial dinilai lebih bisa memberikan efek jera ketimbang hukuman penjara. “Terutama, jangan disalatkan oleh ulama atau orang-orang yang mempunyai nama besar,” ujarnya.
Selain pemberian sanksi sosial, menurut Waryono, perlu dilakukan upaya pencegahan tindak pidana korupsi yang dipelopori civitas academica, terutama di perguruan tinggi. Sebab, korupsi bisa muncul dari proses belajar. “Banyak koruptor yang justru berpendidikan tinggi. Gelarnya doktor, profesor. Kalau kampus tidak menjadi pelopor (mencegah korupsi), bagaimana?” ucapnya.
Simak: 10 Kode dan Sandi dalam Kasus-kasus Korupsi
Basaria menuturkan kehadirannya di UIN Sunan Kalijaga merupakan salah satu tugas KPK, yaitu melakukan pencegahan tindak pidana korupsi. Mahasiswa menjadi sasaran sosialisasi pencegahan karena dinilai sebagai generasi muda yang mempunyai pemikiran maju dan cerdas.
Mahasiswa, kata Basaria, diharapkan menjadi kepanjangan tangan KPK untuk mengatakan “tidak korupsi” kepada masyarakat. “Ingat, KPK juga lahir dimotori mahasiswa. KPK itu anak reformasi,” ucapnya.
Basaria melanjutkan, KPK menaruh harapan besar kepada mahasiswa, dosen, dan seluruh civitas academica untuk menjadi contoh perilaku antikorupsi. Hal itu mengingat hampir semua lembaga pendidikan di Indonesia telah dihinggapi perilaku koruptif. “Dosen harus menjadi contoh bagi mahasiswa. Jangan beri nilai lebih karena menerima sesuatu dari mahasiswa,” katanya.
Lihat: Sidang E-KTP, KPK Siapkan Bukti Pamungkas Dugaan Korupsi
Sedangkan Rozaki mengingatkan perlu ada upaya-upaya terobosan untuk menggiatkan semangat gerakan antikorupsi di Indonesia. Selain melalui dukungan masyarakat sipil dan perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Rozaki mengusulkan terobosan melalui digital demokrasi.
Yaitu dengan mengunggah foto atau video tentang tindak korupsi di lingkungannya ke media sosial berbasis data. “Jadikan 10 persen telepon pintar Anda berperan untuk mengontrol pemerintah,” ujarnya.
Namun, kata Rozaki, terobosan dan semangat pencegahan itu hanya bisa dilakukan orang-orang yang mempunyai integritas. “Tegakkan integritas (diri sendiri dan komunitas) dulu. Barulah menjadi pejuang antikorupsi,” tuturnya.
PITO AGUSTIN RUDIANA