TEMPO.CO, Yogyakarta - Sekretaris Jenderal DPP Perempuan Bangsa PKB Luluk Nur Hamidah mengatakan untuk memperjuangan nama perempuan sebagai kandidat dalam pemilihan kepala daerah bukan langkah mudah. Kerap, ia harus beradu argumentasi dalam rapat internal partai. “Ini tidak terjadi dengan tiba-tiba,” katanya.
PKB atau Partai Kebangkitan Bangsa menjadi partai pendukung kandidat perempuan terbanyak dalam pemilihan kepala daerah 2017. Partai itu mendukung 19 dari 45 kandidat perempuan yang akan berlaga di 101 daerah pada pertengahan Februari nanti. “Ada 620 orang calon dalam pilkada, 45 orang di antaranya perempuan,” kata Peneliti Yayasan Satunama Yogyakarta Nunung Qomariyah, Kamis 9 Februari 2017.
Silakan baca: Keterwakilan Perempuan dalam Pilkada Serentak 2017
Posisi kedua ditempati Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Amanat Nasional. Keduanya mendukung 17 orang kandidat perempuan. Disusul oleh partai lain hingga posisi kedua terendah ditempati oleh Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (4 orang) dan Partai Bulan Bintang (5 orang).
Nunung mengatakan melakukan penelitian terhadap jumlah kandidat perempuan dalam Pilkada 2017 sejak Desember 2017. Penelitian itu untuk melihat apakah urusan politik di Indonesia masih didominasi kaum lelaki. Meski kebijakan politik mensyaratkan angka minimal 30 persen keterwakilan perempuan di parlemen. “Data kami ambil dari KPU,” katanya.
Dari 45 kandidat perempuan itu, menurut dia, 40 orang maju dari jalur partai. Adapun 5 orang sisanya lewat jalur perseorangan. Kebanyakan mereka mencalonkan diri sebagai wakil bupati (16 orang) dan bupati (15 orang). Hanya empat orang yang mencalonkan gubernur dan wakil gubernur. Sisanya 6 orang mencalonkan walikota dan 4 orang mencalonkan wakil walikota.
Latar belakang kandidat perempuan didominasi legislator. Jumlahnya mencapai 16 orang. Hanya 7 perempuan yang calon inkumben. Jumlah itu berbanding terbalik dengan kandidat lelaki inkumben. Jumlahnya mencapai 118 orang dan menempati posisi tertinggi latar belakang kandidat lelaki.
Tapi kini, kata Luluk, banyak kaum perempuan yang berkiprah di internal partainya. Di tingkat pusat, 38 persen pengurus hariannya merupakan perempuan. Sementara di daerah, beberapa kader perempuan berhasil menempati posisi sebagai kepala daerah. Misalnya Bupati Lampung Timur Chusnunia Chalim.
Ketua PDI Perjuangan Daerah Istimewa Yogyakarta Bambang Praswanto mengatakan liberalisasi sistem politik dan modal terbatas sering menjadi penyebab sulitnya kaum perempuan bersaing dengan lelaki dalam posisi strategis di daerah.
Ia memberi contoh, antusiasme anggota perempuan dalam kegiatan partai cukup besar. Namun minat mereka menurun ketika ditawari lebih aktif berpartai. Misalnya mengikuti pelatihan kader, menjadi pengurus, hingga menjadi calon legislator dan kepala daerah. “Diminta jadi pengurus partai begitu mikir lagi,” katanya.
Padahal, sambung dia, posisi perempuan dalam politik tetap dibutuhkan. “Perempuan lebih luwes dalam sosialisasi,” katanya.
Komisioner Pemilihan Umum DIY Farid Bambang Siswantoro mengatakan para kandidat perempuan dalam Pilkada biasa berlatarbelakang seorang legislator, kader partai, kerabat, dan inkumben. Dari keempat itu, lembaga legislatif merupakan pemasok utama calon kepala daerah perempuan. “Jadi kalau mau nambah kepala daerah perempuan, tambah saja jumlah legislator perempuan di parlemen,” katanya.
ANANG ZAKARIA
Simak:
Rizieq Temui Wiranto, Aksi 112 Jadi Dzikir di Istiqlal
Jokowi Sebut Media Sosial Memusingkan Pemerintah