TEMPO.CO, Kediri - Tudingan sesat yang disampaikan sastrawan Taufik Ismail atas lirik lagu Bagimu Negeri menuai reaksi ulama Nahdlatul Ulama. Tudingan itu dinilai terlalu berlebihan dan tak sesuai dengan konteks penciptaan lagu tersebut.
Baca juga: Taufik: Lagu Bagimu Negeri Terdengar Patriotik, tapi Sesat
“Saya kira tuduhan sesat itu terlalu berlebihan,” kata Kiai Abdul Muid, pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, kepada Tempo, Senin, 30 Januari 2017. Menurut Abdul Muid, lirik “bagimu negeri, jiwa-raga kami” adalah ungkapan kecintaan terhadap Tanah Air.
Dalam sambutan deklarasi Alumni Universitas Indonesia Bangkit untuk Keadilan di Perpustakaan UI, Jumat lalu, Taufik mengatakan lirik “bagimu negeri jiwa-raga kami” kedengarannya patriotik, tapi sesat. "Salah sekali," ujarnya.
Menanggapi pernyataan tersebut, Gus Muid—yang merupakan pengagum Taufik—mengaku kecewa. Pengetahuan Taufik yang tinggi tentang karya seni tidak seharusnya memaknai sebuah lirik lagu secara harfiah.
Dia mencontohkan, beberapa kata bisa menjadi musyrik jika dimaknai secara harfiah. Misalnya kalimat “aku kenyang karena makan”. Jika dimaknai secara harfiah, yang membuat kenyang seseorang adalah makan. Padahal, di luar itu, ada zat yang Mahakuasa yang menciptakan rasa kenyang, yakni Allah SWT.
Sebaliknya, jika konteks kalimat dimaknai dari sisi keimanan, peristiwa lolosnya Nabi Ibrahim dari jilatan api dan tak merasakan panas adalah benar-benar atas kehendak Allah. Dalam kasus itu, yang membakar memang api. Namun, atas kehendak Allah, dampak jilatan panas api tak terjadi.
Gus Muid mengajak masyarakat melihat konteks penciptaan lagu Bagimu Negeri. Lagu yang diciptakan Kusbini pada 1942 itu menjadi lagu wajib perjuangan dan ditetapkan sebagai lagu nasional pada 1960. Artinya, proses penciptaan lirik lagu itu memang dimaksud untuk membangkitkan kecintaan warga negara terhadap bangsa Indonesia untuk lepas dari penjajahan. Bahkan nyawa pun akan dipertaruhkan demi bangsa sesuai ajaran Islam, Hubbul Wathon Minal Iman. “Dan cinta kepada Tanah Air adalah sebagian dari iman dan diperintahkan agama,” tutur Gus Muid.
HARI TRI WASONO