TEMPO.CO, Klaten - Ketua Komisi IV DPRD Klaten, Andy Purnomo, kembali diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai saksi dalam kasus jual-beli jabatan yang menyeret ibunya, Bupati Klaten Sri Hartini. Andy diperiksa di Gedung KPK di Kuningan, Jakarta, pada Rabu, 25 Januari 2017.
"Saat ini statusnya masih sebagai saksi. Tapi jika ditemukan minimal dua alat bukti yang mengarah ke kasus ini, statusnya bisa dinaikkan menjadi tersangka," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, saat dihubungi pada Rabu siang, 25 Januari 2017.
Baca juga: Bupati Klaten Mau Jadi Justice Collaborator? Ini Syarat KPK
Selain Andy, KPK juga memanggil tujuh saksi lain dari Klaten untuk diperiksa di Jakarta. Mereka di antaranya Kepala Badan Kepegawaian dan Pelatihan Daerah (BKPPD) Sartiyasto; Kepala Bidang Mutasi BKPPD Slamet; Inspektur Inspektorat Syahruna; staf Sekretariat BKPPD, Sukarno; staf Badan Perencanaan Penelitian dan Pengembangan Daerah (BPPPD), Lusiana; serta ajudan Bupati, Nina Puspitarini dan Edy Dwi Hananto.
Andy pertama kali diperiksa KPK pada 16 Januari lalu, setelah hampir tiga pekan "menghilang" pasca-operasi tangkap tangan (OTT) di Klaten pada 30 Desember 2016. Dua hari setelah OTT, tim KPK menemukan uang Rp 3 miliar di lemari kamar Andy di rumah dinas ibunya.
Simak pula: Kasus Suap Bupati Klaten Bikin PNS Berdebar-debar
Seperti uang Rp 2,08 miliar yang disita dari kamar Hartini saat OTT, uang di lemari Andy juga disertai catatan sejumlah nama pemberinya. Menurut pengacara keluarga Hartini, Deddy Suwadi, uang di lemari Andy itu sebagian besar titipan dari ibunya. "Uang Andy hanya beberapa saja, jumlahnya tidak signifikan," kata Deddy.
Jika Andy baru dua kali diperiksa KPK, beberapa saksi dari tujuh PNS di lingkungan Pemerintah Kabupaten Klaten itu terpantau sudah beberapa kali dipanggil penyidik KPK di ruang Aula Markas Kepolisian Resor Klaten. Dua dari tujuh PNS itu, Slamet dan Nina Puspitarini, bahkan turut dibawa tim KPK ke Jakarta saat OTT di rumah dinas Hartini.
Febri mengatakan, KPK sudah memeriksa sekitar 70 saksi dalam penanganan perkara jual-beli jabatan di Klaten. Namun, hingga kini, baru Sri Hartini dan Kepala Seksi SMP Dinas Pendidikan Klaten Suramlan yang ditetapkan sebagai tersangka penerima dan pemberi suap.
Lihat pula: Jual-Beli Jabatan, KPK Selidiki Peran Anak Bupati Klaten
Kendati demikian, Febri meyakini jumlah tersangka masih bisa bertambah. Sebab, Hartini juga dijerat dengan Pasal 55 ayat 1 KUHP. Pasal tersebut dapat menjerat mereka yang melakukan, menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan pidana. "Kami tahu ada sejumlah pihak yang turut memberi (suap kepada Hartini)," kata Febri.
Menurut Koordinator Forum Komunikasi Klaten Monitoring Mujiyono KPK butuh waktu untuk menetapkan status tersangka kepada sejumlah orang lain yang ditengarai turut serta dalam kasus jual-beli jabatan. "Karena semua tahu, KPK tidak mengenal SP3 (surat perintah penghentian penyidikan). Sekali jadi tersangka KPK, ya sudah, tamat lah riwayatnya," kata Mujiyono.
DINDA LEO LISTY