TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita sejumlah dokumen dari hasil penggeledahan di lima lokasi terkait indikasi suap terhadap mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar.
"Penyidik telah menyita sejumlah dokumen terkait dengan data perusahaan di Singapura, data kepemilikan aset, data perbankan, dan barang-barang elektronik yang relevan dengan proses penyidikan ini," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah di gedung KPK, Jakarta, Jumat, 20 Januari 2017.
Baca juga: Emirsyah Satar Berpeluang Terjerat Pidana Pencucian Uang
Ia menjelaskan penyidik KPK akan mempelajari terlebih dahulu informasi-informasi yang didapatkan dari hasil penyitaan dokumen-dokumen itu.
"Dari informasi yang kami terima, dokumen-dokumen tersebut sangat membantu untuk memperkuat proses penyidikan ini karena ada informasi-informasi terkait dengan data perusahaan dan juga soal kepemilikan aset termasuk juga data perbankan," ucap Febri.
Simak pula: Kasus Emirsyah, Menteri BUMN: Itu Tanggung Jawab Perorangan
Sebelumnya, KPK menggeledah sejumlah tempat di daerah Jakarta Selatan kasus indikasi suap terkait pengadaan pesawat dan mesin pesawat.
"Untuk kepentingan pengembangan penyidikan, dalam dua hari ini sejak kemarin (Rabu, 18 Januari 2017) KPK telah menggeledah sejumlah tempat di daerah Jakarta Selatan," kata Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Kamis, 19 Januari 2017.
Lihat juga: Saham Garuda Indonesia Kembali Anjlok di Akhir Perdagangan
Pertama, kediaman tersangka Emirsyah Satar di daerah Grogol Utara, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Kedua, kediaman tersangka Soetikno Soedarjo di daerah Cilandak Barat, Jakarta Selatan. Ketiga, kantor tersangka Soetikno Soedarjo, yakni PT Mugi Rekso Abadi (MRA) di Wisma MRA Jalan TB Simatupang Nomor 19, Jakarta Selatan. Keempat, sebuah rumah di daerah Jatipadang, Jakarta Selatan. Kelima, sebuah rumah di kawasan Bintaro, Pesanggrahan, Jakarta Selatan.
Baca pula: Suap Mesin Garuda, KPK Bekukan Rekening Emirsyah Satar
Emirsyah dalam perkara ini diduga menerima suap 1,2 juta euro dan US$ 180 ribu atau senilai total Rp 20 miliar serta dalam bentuk barang senilai US$ 2 juta yang tersebar di Singapura dan Indonesia dari perusahaan manufaktur terkemuka asal Inggris, Rolls Royce dalam pembelian 50 mesin pesawat Airbus SAS pada periode 2005-2014 pada PT Garuda Indonesia Tbk.
Pemberian suap itu dilakukan melalui seorang perantara Soetikno Soedarjo selaku pemilik Connaught International Pte. Ltd yang berlokasi di Singapura. Soektino diketahui merupakan presiden komisaris PT Mugi Rekso Abadi (MRA), satu kelompok perusahaan di bidang media dan gaya hidup.
Lihat juga: Jadi Tersangka, Mantan Dirut Garuda Emirsyah Satar Dicegah ke Luar Negeri
Rolls Royce oleh pengadilan di Inggris berdasarkan investigasi Serious Fraud Office (SFO) Inggris sudah dikenai denda sebanyak 671 juta pounsterling (sekitar Rp 11 triliun) karena melakukan pratik suap di beberapa negara antara lain Malaysia, Thailand, Cina, Brazil, Kazakhstan, Azerbaizan, Irak, dan Anggola.
KPK awalnya menerima laporan dari SFO dan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura yang sedang menginvestigasi suap Rolls Royce di beberapa negara, SFO dan CPIB pun mengonfirmasi hal itu ke KPK termasuk memberikan sejumlah alat bukti.
KPK melalui CPIB dan SFO juga sudah membekukan sejumlah rekening dan menyita aset Emirsyah yang berada di luar negeri.
Simak juga: Menteri Perhubungan Tanggapi Kasus Emirsyah
Emirsyah disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huru f atau Pasal 11 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
Sedangkan Soetikno Soedarjo diduga sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta.
ANTARA
Baca juga:
SBY: Ya Allah Negara Kok Jadi Begini, Juru Fitnah Berkuasa
Kasus Dana Bansos DKI, Sylviana Sebut Nama Jokowi