TEMPO.CO, Surabaya -- Relawan Masyarakat Anti Fitnah Surabaya, Rovien Ayunia mengatakan akan menyasar anak-anak muda dalam gerakan anti berita hoax di Kota Pahlawan tersebut. Salah satu caranya adalah mengadakan pendidikan literasi kepada para netizen potensial yakni para pelajar. "Bisa lewat workshop di sekolah-sekolah misalnya," ujarnya dalam acara Turn Back Hoax di Taman Bungkul Surabaya, Ahad 8 Januari 2017. (Baca: Penyebab Berita Hoax Beredar: Masyarakat Kurang Banyak Baca)
Cara lainnya adalah dengan menyebarkan buku saku bahaya hoax, melalui jaringan-jaringan yang mendukung gerakan ini, dimulai dari majelis ilmu, arisan, pertemuan. Kemudian memproduksi konten-konten perlawanan terhadap hoax, dan ikut membantu aparat untuk menegakkan hukum dan disiplin kepada para pelaku penyebaran hoax.
Kemajuan teknologi digital dengan tersedianya aplikasi perbincangan seperti Line, What Apps dan media sosial seperti Facebook, Instagram, Twitter, Path, You Tube, membuat pengguna gawai nyaman berselancar di dunia maya. Namun bak dua sisi pada sekeping mata uang, hal ini juga diikuti dengan rasa ketidaknyamanan lantaran banjir informasi pada para netizen. Membanjirnya informasi tersebut dapat merusak konsentrasi para netizen untuk memilah mana berita yang baik dan benar.
"Netizen yang memiliki pola pikir kurang kritis, akan menyebarkan berita paling menarik dan sesuai dengan kecenderungan ideologinya, walau keakuratannya dipertanyakan," tutur dia.
Baca juga:
Perangi Hoax, Jokowi Ajak Santri Siarkan Akhlakul Karimah
Hindari Berita Hoax, NU Ajak Masyarakat Perbanyak Literasi
Rovien mengutip data pengguna internet di Indonesia menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), yakni mencapai 132 juta dan 100 juta lebih menggunakan ponsel pintar. "Artinya masalah ini akan terus menyebar," ucapnya.
Hoax, dia menjelaskan, merupakan informasi yang direkayasa untuk menutupi informasi sebenarnya. Dengan kata lain hoax juga bisa diartikan sebagai upaya pemutarbalikan fakta menggunakan informasi meyakinkan tapi tidak dapat diverifikasi kebenarannya. Hoax, lanjutnya, juga bisa diartikan sebagai tindakan mengaburkan informasi yang sebenarnya, dengan cara membanjiri suatu media dengan pesan yang salah agar bisa menutupi pesan yang benar.
Menurut dia, hoax yang disengaja bertujuan membuat masyarakat merasa tidak aman, tidak nyaman, dan kebingungan. "Dalam kebingungan, masyarakat akan mengambil keputusan yang lemah, tidak meyakinkan, dan bahkan salah langkah," katanya.
Perkembangan hoax di media sosial semula dipakai untuk merisak atau merundung (bullying). Perkembangan selanjutnya, para spin doctor politik melihat efektivitas hoax sebagai alat kampanye hitam di pesta demokrasi yang mempengaruhi persepsi pemilih.
"Untuk mewujudkan dunia media sosial Indonesia yang positif dan bersih dari fitnah, hasut dan hoax, kami segenap masyarakat Indonesia di wilayah Surabaya dengan ini mendukung dan menjadi bagian dari deklarasi masyarakat anti hoax," tuturnya.
Baca juga:
Kenali Berita Hoax dengan Cara Berikut Ini
Dirjen Kebudayaan: Profesor dan Doktor pun Percaya Hoax
Acara serupa juga digelar di beberapa kota, di antaranya Jakarta, Solo, Wonosobo. Di Taman Bungkul Surabaya, acara diisi dengan penampilan musik perkustik, stan foto, penyebaran survei, sosialisasi ciri-ciri berita hoax, dan aksi tanda tangan melawan berita bohong. Ratusan warga Surabaya yang berada di Taman Bungkul menandatangani kain poster putih yang membentang.
Ketua Masyarakat Indonesia Anti-Fitnah Septiaji Nugroho menyatakan generasi milenial adalah generasi yang paling rentan terhadap berita palsu atau hoax. "Sangat disayangkan kalau Indonesia yang harusnya bisa menikmati bonus demografi pada 2030 nanti justru diisi orang-orang yang tidak cedas," katanya dalam acara deklarasi anti-hoax di kawasan Bundaran HI, Jakarta, 8 Januari 2017.
Gerakan masyarakat melawan hoax atau berita palsu menggelar deklarasi secara serentak di enam kota, yakni Jakarta, Bandung, Wonosobo, Solo, Semarang, dan Surabaya, pada Minggu, 8 Januari 2017.
Aji—sapaan akrab Septiaji—mengatakan kegiatan tersebut merupakan aksi simpatik untuk mengajak seluruh masyarakat agar peduli dan memerangi tersebarnya hoax di media sosial. "Generasi milenial merupakan yang paling rentan terhadap hoax," ucapnya.
NI | ANTARA