TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali berbagi pengalamannya saat menjadi menteri keuangan pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Menurut Sri Mulyani, salah satu tantangan terbesar saat dia menjabat pada 2005-2010 adalah mengumpulkan aset-aset yang dimiliki negara.
"Dulu, masih banyak preman saat kita ingin mendapatkan lahan di sini sampai dibangun. Saat itu, kami sampai minta Panglima Kodam untuk membersihkan," kata Sri Mulyani dalam “Seminar Nasional Tantangan Pengelolaan APBN dari Masa ke Masa” di Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu, 30 November 2016.
Saat itu, menurut Sri Mulyani, kompleks Istana Negara juga tidak memiliki sertifikat tanah. "Saat itu, gedung yang didiami Presiden saja enggak ada sertifikatnya. Bisa saja kan tiba-tiba cucunya Daendels datang dan klaim ini? Makanya, kami bangun pengumpulan aset-aset negara ini," dia menuturkan.
Dengan perbaikan penataan aset-aset yang dimiliki negara tersebut, Sri Mulyani mengatakan, masyarakat dan pegawai-pegawai pemerintah sudah terbiasa dengan penataan tersebut. "Kata-kata mengenai governance menjadi biasa. Aset itu memang harus dibukukan, semuanya tercatat," ujarnya.
Dalam seminar nasional yang diselenggarakan dalam rangka Hari Oeang Republik Indonesia ini, hadir mantan menteri keuangan periode 2001-2004 dan juga wakil presiden pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Boediono. Hadir pula mantan menteri keuangan periode 2013-2014, Chatib Basri.
Sri Mulyani menjabat menteri keuangan pada 2005-2010. Ia dipilih menjadi menteri koordinator perekonomian pada 2008. Namun, dalam perombakan kabinet 2009, ia termasuk satu dari menteri yang diganti. Dia kemudian dipercaya menjadi Direktur Pelaksana Bank Dunia pada 2010-2016.
ANGELINA ANJAR SAWITRI