TEMPO.CO, Magetan - Gatot Witono, 48 tahun, alias Sabarno, terduga teroris yang ditangkap Detasemen Khusus 88 pada Selasa, 25 Oktober 2016, di Magetan, Jawa Timur, dikenal tertutup. Pria yang diketahui bekerja di Lingkungan Industri Kulit Magetan ini jarang berkumpul dengan tetangga.
"Kumpulnya hanya saat arisan RT setiap tanggal 10 dan itu tidak lama," kata Jainah, salah seorang tetangga Gatot.
Jainah menuturkan ia sering melihat Gatot pergi ke masjid, yang berjarak sekitar satu kilometer dari rumahnya, ketika waktu salat zuhur dan magrib. "Tidak ada yang aneh," ujar perempuan yang membuka usaha warung kopi di samping rumah Gatot itu.
Gatot merupakan warga RT 4 RW 5 Kelurahan Selosari, Kecamatan/Kabupaten Magetan. Sudah lebih dari sepuluh tahun ia tinggal di Jalan Hasanudin 20, Magetan, bersama istrinya, yang berprofesi sebagai dokter, dan empat anaknya.
Baca: Harga Cabai di Jakarta Tembus Rp 70 Ribu per Kilogram
Gatot, yang disebut-sebut sebagai anggota Neo Jamaah Islamiyah, ditangkap di rumahnya pada Selasa pagi. Menurut Jainah, penangkapan tersebut berlangsung sekitar pukul 06.30 setelah Gatot mengantar anaknya ke sekolah. "(Setelah ditangkap) langsung dibawa pergi," ujar Jainah dalam bahasa Jawa.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Tempo di lokasi penangkapan, tim Detasemen Khusus 88 Antiteror langsung membawa Gatot ke Surakarta, Jawa Tengah. Kemudian tim dari Brigade Mobil Kepolisian Daerah Jawa Tengah dan tim Laboratorium Forensik dan Identifikasi (Inafis) Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Kepolisian Resor Kota Surakarta melakukan penggeledahan di rumah Gatot.
"Iya (kami) bawa beberapa barang (dari rumah Gatot). Kami bukan pemain inti," kata Kepala Satresktim Polres Kota Surakarta Komisaris Saprodin, tanpa menyebutkan barang yang disita.
Saprodin tidak bersedia menjelaskan lebih rinci tentang penangkapan Gatot yang telah dilakukan. Saprodin beralasan akan menyampaikannya di Surakarta.
NOFIKA DIAN NUGROHO