TEMPO.CO, Jakarta - Direktur PT Anugrah Harisma Barakah Widdi Aswindi keluar dari gedung KPK pukul 17.12 WIB, Kamis, 1 September 2016. Widdi diperiksa sebagai saksi untuk perkara korupsi penerbitan izin usaha pertambangan di Sulawesi Tenggara.
Widdi terlihat menggunakan kemeja putih dan jaket hitam saat menuruni gedung KPK. Widdi mencangklong tas warna hitam oranye. Di tangan kanannya, Widdi menenteng map warna cokelat.
Awak media mencoba mengejar Widdi dan bertanya seputar pemeriksaannya hari ini. Namun, Widdi tak banyak berkomentar. "Enggak," kata Widdi di luar gedung KPK, Kamis, 1 September 2016. Widdi menjawab sambil tersenyum.
"Diperiksa soal apa saja Pak?" tanya awak media lagi. Widdi tak menggubris. "Soal Nur Alam ya Pak?" Mendengar pertanyaan itu, Widdi menoleh dan kembali tersenyum. "Nggak," kata Widdi.
"Jadi yang dikonfirmasi soal PT Billy saja?" awak media kembali mencecar. "Iya, PT Billy. Makasih," kata Widdi sambil terus berjalan. Dari kejauhan, Widdi terlihat menggaruk-garuk kepalanya.
Hari ini, KPK memeriksa lima orang dari PT Billy dan dua orang dari PT Anugrah Harisma Barakah. Kedua perusahaan itu diduga memiliki kaitan dengan kasus suap penerbitan izin pertambangan yang dilakukan oleh Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam.
Kelima saksi dari PT Billy Indonesia adalah pemilik Emi Sukiati Lasmon, Direktur Distomy Lasmon, staf keuangan Endang Chaerul, serta karyawan Edy Janto dan Suharto Martosuroyo. Sementara dua saksi dari PT Anugrah Harisma Barakah adalah Direktur Utama Ahmad Nursiwan dan karyawannya Widi Aswindi.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan Nur Alam sebagai tersangka dugaan penyalahgunaan kewenangan atas penerbitan rangkaian perizinan usaha tambang PT Anugrah Harisma Barakah pada 2009-2014. Politikus Partai Amanat Nasional itu diduga mendapat imbal balik saat mengeluarkan izin usaha pertambangan nikel terhadap PT Anugrah Harisma Barakah di Kabupaten Buton dan Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara.
MAYA AYU PUSPITASARI