TEMPO.CO, Klaten - Jemari tangan kanan Yoga Fitra Pratama, siswa tunanetra sekolah luar biasa, begitu lincah meraba huruf braille pada lembar-lembar soal Ujian Nasional Bahasa Indonesia pada Senin pagi, 9 Mei 2016. Siswa berusia 16 tahun itu sesekali tersenyum sembari mengetukkan stylus atau pen (paku dengan pegangan plastik) pada kertas lembar jawaban untuk menuliskan jawabannya menggunakan reglet (alat untuk menulis huruf braille). “Rasanya malah kayak baca novel,” kata siswa asal Kampung Kanjengan, Kelurahan Bareng, Kecamatan Klaten Tengah, Jawa Tengah itu.
Yoga adalah satu dari tiga siswa SLB-A Yayasan Asuhan Anak-anak Tunanetra (SLB-A YAAT) Klaten, Jawa Tengah yang mengikuti Ujian Nasional jenjang SMP sederajat yang diselenggarakan pada Senin hingga Kamis, 9-12 Mei 2016. Dua siswa lain adalah Frema Marista Aulia Rahma dan Khoiriyah. Ketiga siswa yang menyandang kebutaan total itu setiap hari belajar menggunakan naskah braille dan sistem e-learning.
Seusai ujian, Yoga mengatakan tak ada kesulitan yang berarti saat mengerjakan 50 butir soal pilihan ganda dalam naskah soal yang terdiri atas 40 halaman itu. Meski waktu pengerjaan ujiannya sama dengan Ujian Nasional konvensional selama 120 menit, Yoga dan dua temannya bisa selesai tepat waktu. “Soalnya ujiannya cukup mudah karena kami sudah menyiapkan diri sejak awal. Masalahnya cuma pada kertas lembar jawabannya yang agak tebal,” kata Yoga.
Untuk menuliskan jawaban, Yoga mesti mengetukkan pennya dengan keras. Sehingga bunyi benturan ujung paku dan permukaan meja kayu itu terdengar jelas dari luar kelas.
Menurut Frema, ketebalan lembar jawaban ujian cukup menyita waktunya dalam mengerjakan ujian. Sebab, dia harus mengetukkan pen dengan keras dan berulang agar jawabannya tercetak jelas. “Kalau boleh memilih, lebih enak ujiannya pakai laptop (Ujian Nasional Berbasis Komputer). Dengan laptop, tinggal klik saja untuk membaca ulang soal-soalnya,” kata Frema.
Kepala SLB-A YAAT Klaten Subagya mengatakan pihaknya sudah melakukan simulasi Ujian Nasional menggunakan naskah soal konvensional dan naskah braille. “Untuk naskah soal konvensional, siswa tunanetra didampingi petugas yang membacakan naskah dan menuliskan jawabannya,” kata Subagya di kantornya.
Sedangkan dengan ujian naskah braille, siswa tunanetra bisa langsung membaca dan menuliskan sendiri jawabannya. Adapun lembar jawaban yang telah diisi para siswa tunanetra menggunakan alat reglet kemudian disalin ke Lembar Jawaban Komputer (LJK) oleh pengawas ruangan. “Jawaban disalin ke LJK agar dapat dipindai scanner untuk penilaian,” kata Subagya.
DINDA LEO LISTY