TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Panitia Khusus Revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Muhammad Syafi'i, mengatakan pihaknya akan berfokus mencegah kasus Siyono tidak terulang kembali.
Salah satunya dengan berhati-hati dan tidak terburu-buru membahas revisi undang-undang tersebut. "Iya, tentu Pansus (panitia khusus) berkaca pada kasus Siyono," ujar Syafi'i di gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 18 April 2016.
Siyono adalah terduga teroris asal Klaten yang tewas setelah ditangkap Detasemen Khusus 88 Antiteror beberapa waktu lalu. Syafi'i berujar, ada dua fokus utama dalam pembahasan nanti. Pertama, terkait dengan cara dan upaya untuk memberantas terorisme di Indonesia. Kedua, metode dan cara aparat penegak hukum melakukan pemberantasan itu.
Dia berujar, pada prinsipnya, semua upaya pemberantasan tetap harus memberikan perlindungan hak asasi manusia. "Pansus ingin mendapat masukan yang komprehensif untuk dituangkan dan direkonstruksikan dalam pasal-pasal," ucapnya. Tak hanya itu, Pansus lebih dulu akan mendengarkan pendapat pihak Polri terkait dengan refleksi kasus Siyono dan penanganan pemberantasan terorisme itu.
Salah satu pihak yang diminta memberi masukan terhadap pembahasan revisi undang-undang tersebut adalah Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). "Kita usulkan perbaikan metode penanganan yang jadi metode internal," kata Ketua Komnas HAM Imdadun Rahmat.
Hal itu menyangkut kualitas satuan elite Densus 88, seperti berfokus terhadap kematangan jiwa dan emosional psikologis. "Yang penting kontrol diri untuk taat hukum, standar operasional prosedur internal, dan prinsip HAM bisa dipenuhi," ujar Imdadun. Tak hanya itu, saat ini Komnas HAM tengah membentuk tim untuk merumuskan daftar isian masalah dalam revisi Undang-Undang Terorisme.
GHOIDA RAHMAH