TEMPO.CO, Brebes - Di perkampungan, masalah sampah melahirkan bank sampah. Di kawasan pesisir, anak-anak menabung memakai kepiting. Anak-anak di pesisir pantai utara Brebes, Jawa Tengah, biasanya mencari kepiting di tambak ikan milik nelayan, lalu menjualnya ke tengkulak. Kini, era tengkulak sudah selesai. Anak-anak itu menjualnya ke pusat budi daya kepiting di Martani Hadi Research Center (MHRC). Uang penjualan itu lalu disimpan di bank.
Koordinator kelompok budi daya kepiting Dukuh Pandansari, Desa Kaliwlingi, Kecamatan Brebes, Mashadi, mengatakan anak-anak yang mencari kepiting biasanya menjual ke tengkulak dengan harga di bawah harga pasar, sekitar Rp 10 ribu per kilogram. Tapi dia dan koleganya membeli kepiting dari anak-anak itu seharga Rp 15-25 ribu per kilogram. “Itu untuk kepiting berukuran kecil. Anak-anak nanti mendapatkan bukti pembayaran,” kata Mashadi, Senin, 18 April 2016.
Untuk menjalankan program ini, Mashadi bekerja sama dengan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. “Untuk membantu anak-anak agar rajin menabung,” tuturnya.
Pelajar yang akan menabung kepiting harus membuka rekening lewat program Simpanan Pelajar (Simpel). Biaya pembukaan rekening Rp 5.000. Pelajar mendapat buku tabungan dan bisa mengecek saldo. “Mereka bisa mengambil uang hasil penjualan kepitingnya kapan saja. Karena uang akan dikirim langsung melalui rekening masing-masing tanpa potongan bunga,” kata staf BRI setempat, Khoirul Umam.
Ada 80 pelajar yang membuka rekening tabungan kepiting. Mereka adalah pelajar SD di Desa Kaliwlingi. Seorang siswa, Arya, 10 tahun, menyukai program tabungan ini. Dia bersama temannya biasa memasang joran di sekitar tambak milik nelayan sebelum berangkat ke sekolah. Saat pulang sekolah, Arya mengambil joran yang sudah berisi kepiting. Dalam sehari, dia bisa mendapatkan 5-10 kepiting. “Kalau dijual dapat Rp 50 ribu,” ucapnya. Dia akan memakai uang tabungan itu untuk meneruskan sekolah.
MUHAMMAD IRSYAM FAIZ