TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Penanggulangan dan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Barat Haryadi Wargadibrata mengatakan, pemerintah Jawa Barat merevisi masa waktu status siaga bencana longsor dan banjir.
“Sekarang kondisinya sudah siaga darurat sampai tanggal 4 Mei, tadinya rencananya hanya sampai 4 April," kata dia di Bandung, Jumat, 12 Februari 2016.
Haryadi mengatakan, revisi yang tertuang dalam Surat Keputusan Gubernur tentang penetapan status siaga darurat bencana banjir dan longsor itu memperhitungkan jeda waktu perkiraan musim hujan awal tahun ini. “Namanya perkiraan juga suka gak tepat, makanya kita tambah juga spare waktu sekaligus untuk waktu evaluasi menghadapi kemungkinan bencana selanjutnya yakni kekeringan,” kata dia.
Menurut Haryadi, perkiraan musim hujan di Jawa Barat mengacu pada perkiraan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika berlangsung hanya sampai Maret ini. BMKG akan menguji lagi sepuluh hari pertama setelah musim diperkiraan berakhir, hingga tiga minggu.
Haryadi mengatakan, selama masa siaga darurat banjir dan longsor yang sudah berlangsung satu setengah bulan sejak 4 Januari 2016 sudah terjadi sejumlah bencana banjir dan longsor di Jawa Barat. “Kita doakan tidak ada yang besar. Yang terjadi kecil-kecil, tapi meriah. Banyak sekali,” kata dia.
Diantaranya, longsor skala kecil terjadi di Garut, Cianjur, Sukabumi, Bandung Barat, dan Tasikmalaya. Bencana banjir juga terjadi di sejumlah lokasi diantaranya di Indramayu, Kabupaten Bandung, serta Tasikmalaya. Majalaya dan Cieunteng di Kabupaten misalnya yang menjadi langganan banjir, tinggi genangan air sudah terjadi berkisar 50 centimeter hingga 80 centimeter.
Haryadi mengklaim, mitigasi potensi bencana sudah dilakukan jauh-jauh hari. “Mudah-mudahan tidak ada hal-hal yang tidak diinginkan. Mitigasi, sosialisasi sudah kita lakukan sebelum Januari, sudah sejak September,” kata dia.
Menurut Haryadi tiap daerah punya potensi bencana berbeda. Di wilayah Jawa Barat selatan misalnya, mayoritas berpotensi terjadi bencana longsor, diantaranya di Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Cianjur, Bogor, Sukabumi, Cianjur, Garut, Ciamis, dan Tasikmalaya. “Hampir semua daerah yang berbukit di selatan itu rawan longsor,” kata dia.
Potensi banjir umumnya mengancam daerah Jawa Barat bagian utara. Haryadi mengatakan, penyebabnya mulai dari luapan sungai, banjir rob akibat naiknya muka air laut, hingga abrasi pantai. Abrasi pantai misalnya mengancam di sejumlah daerah di Subang dan Karawang. “Itu pengikisan pantai, tapi ada juga kemungkinan intrusi air laut,” kata dia.
Haryadi mengatakan, ancaman angin puting beliung juga rawan di sejumlah daerah. Diantaranya, Kabupaten Bandung, Kota Bandung, Sukabumi, Tasikmalaya, Garut, Indramayu, dan Karawang. “Sekarang curah hujan tidak menentu, harus hati-hati. Biasanya terjadi pagi, sore hingga malam hari,” kata dia.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan mengatakan, pemerintah provinsi menyediakan Rp 75 miliar dalam Pos Dana Tidak Terduga untuk mengantisipasi ancaman bencana tahun ini. “Tiap tahun harus disediakan, jangan sampai ada bencana yang membutuhkan anggaran, gak ada anggarannya,” kata dia di Bandung, Rabu, 10 Februari 2016.
Aher, sapaan Ahmad Heryawan mengatakan, dana serupa juga disediakan oleh tiap kabupaten/kota untuk mengantisipasi kemungkincan bencana alam. “Kabupaten/kota juga punya dana yang sama, kalau kekurangan, baru disuntik dari provinsi,” kata dia.
Menurut Aher, mitigasi menghadapi ancaman bencana memasuki puncak musim hujan ini terus dilakukan. Pemerintah Jawa Barat menyiapkan langkah antisipasi bermodal peta rawan bencana yang salah satunya diterima dari Badan Geologi setiap bulannya.
“Pada akhirnya prediksi itu, kejadiannya kita tidak tahu kapan, yang penting kita siap menghindarkan diri dari kawasan rawan,” kata dia. Aher mengklaim, kendati tidak merinci jumlahnya, kejadian bencana di awal tahun ini relatif lebih sedikit jumlahnya dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
AHMAD FIKRI